Senin, 20 Desember 2010



SASRTA
D. Zawawi Imron: Ini Hadiah untuk Pesantren Juga
Kamis, 02/12/2010 13:25
Jakarta, NU Online
Sebagai insan pesantren, penghargaan sastra dari Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera), bukan saja untuk saya, tapi juga untuk pesantren. Komunitas pesantren yang menggembleng saya menjadi istiqomah berkarya.
Demikian dinyatakan D. Zawawi Imron setibanya di Jakarta, tadi malam (1/12). Upcara Penghargaan Mastera dilaksanakan di Hotel Dorsett, jalan Jambi, Kualalumpur Selasa malam (30/11) dan diberika oleh Wakil Perdana Menteri Malaysia, Tan Sri Muhyiddin Yasin. Demikian dinyatakan D. Zawawi Imron setibanya di Jakarta, tadi malam (1/12). Upcara Penghargaan Mastera dilaksanakan di Hotel Dorsett, jalan Jambi, Kualalumpur Selasa malam (30/11) dan diberika oleh Wakil Perdana Menteri Malaysia, Tan Sri Muhyiddin Yasin.
Selain penyair lulusan Pesantren Lamdi Pesantren Lambicabbi di Gapura, Sumenep ini, hadiah Mastera juga diberikan kepada Prof. Dr. Shahnon dari Malaysia (novel) dan Haji Salleh bin Abdul Aziz dari (novel) Brunaidarussalam.Dewan juri Mastera yang berasal dari Malaysia Indonesia, dan Brunaidarussalam menilai bahwa D Zawawi Imron telah menemukan pencapaian estetik, warna lokal dan spritiual, serta sompati dan empati pada kemiskinan.
"Puisi itu pernyataan hidup saya, ekspresi jiwa saya, sekaligus surat-surat saya pada orang yang membacanya," ungkap Zawawi, yang ketika dihubungi sedang ada di stasiun Gambir, Jakarta Pusat.
Dia menegaskan bahwa puisi adalah jalan hidupnya. Puisi, kata dia, adalah alat untuk membangun jiwa yang intim, sertanya menyambungkan dengan jiwa sosial para pembacanya.
"Puisi adalah ikhtiar memahami hidup dan kehidupan ini. Dengan puisi saya ingin dekat dengan sang Pencipta, para nabi, dan manusia, dalam persaudaraan yang bukan hanya basa-basi," jelas Zawawi yang juga seorang pelukis. (hh)

Senin, 13 Desember 2010

Jawa Pos

Jawa Pos for Her : Perubahan untuk Semua Perempuan
Surabaya, 13-Dec-2010
Oleh: AZRUL ANANDA

If we don’t change, we don’t grow. If we don’t grow, we are not really living. Growth demands a temporary surrender of security. (Gail Sheehy)

Kalau kita tidak berubah, kita tidak bisa tumbuh. Kalau kita tidak tumbuh, kita tidaklah hidup. Tumbuh menuntut kita untuk sejenak merasa tidak aman.
***
Tahun 2011 segera tiba. Saatnya punya resolusi baru. Saatnya mencoba sesuatu yang baru. Bagi Jawa Pos, tiba saatnya menyuguhkan sesuatu yang baru.  Nah, bagi Jawa Pos, sesuatu yang baru itu berwarna serba-pink. Tepatnya, cherry blossom pink. Ruang redaksi Jawa Pos di lantai 4 Graha Pena Surabaya sekarang sudah tidak lagi biru, melainkan pink. Seragam baru karyawan Jawa Pos juga tidak lagi garis-garis atau biru, melainkan pink. Kartu nama seluruh karyawan pun segera berubah menjadi pink.Warna resmi Jawa Pos masih biru, tapi untuk 2011 segalanya dibungkus warna pink dulu.
Saya bukan pakar warna, saya juga bukan pakar bunga. Pengetahuan yang saya sampaikan ini didapatkan dengan cara yang sama dengan kebanyakan manusia online sekarang: Google dan Wikipedia (belum sampai Wikileaks).
Bunga cherry blossom mungkin identik dengan Jepang karena mungkin lebih dikenal dengan nama bunga Sakura. Tapi, cherry blossom bukan hanya milik Jepang. Di Tiongkok juga ada, di Amerika juga ada, di mana-mana yang lain juga ada. Biasanya tumbuh di musim semi.
Nah, di Tiongkok cherry blossom punya makna lebih spesifik. Bunga itu melambangkan kecantikan perempuan, dominasi perempuan, dan seksualitas perempuan. Semua itulah yang akan ditampilkan lewat lembaran-lembaran baru Jawa Pos yang mulai terbit hari ini (13 Desember 2010): Jawa Pos for Her.
Setiap hari, mulai hari ini sampai entah kapan, akan ada halaman-halaman khusus Jawa Pos for Her. Setiap hari temanya beda-beda, rubriknya beda-beda. Iya lah, supaya tidak membosankan!
Tapi, harus ditegaskan, penerapannya bukan sekadar lewat halaman-halaman itu.
Oh ya, semua karyawan laki-laki pun wajib mengikuti seminar/pelatihan tentang keperempuanan. Kalau tidak, tahun 2011 tidak boleh naik pangkat atau gaji! Pokoknya harus pink luar dalam!
***
Mengapa Jawa Pos for Her?
Kami tidak melakukan riset. Kami tidak melakukan penelitian apa pun. Hanya ada tim kecil yang dibentuk beberapa bulan lalu, lalu bekerja keras memikirkan konsep dan implementasi program secara komprehensif untuk menyampaikan pesan ”pink” secara utuh.
Tim tersebut begitu kecil, mayoritas karyawan tidak tahu apa yang sedang kami siapkan (Project Pink). Bahkan, banyak direktur pun tidak tahu. Banyak yang baru ngeh setelah baca tulisan ini, seperti pembaca. He he he he…
Tujuan kami bukanlah memperjuangkan emansipasi perempuan. Bukan pula sekadar membuat perempuan senang. Terima kasih kepada banyak ”pahlawan perempuan”, semua itu sudah tercapai. Kalaupun belum, pasti sudah hampir tercapai atau  segera tercapai.
Lihat saja Surabaya. Wali kota-nya perempuan (dan dipilih langsung oleh masyarakat). Konsul jenderal Amerika Serikat-nya pun sudah dua kali berturut-turut perempuan.  Di Jawa Pos, beberapa bos saya perempuan.  He he he… Mau emansipasi apa lagi?
Benar sekali kutipan dari Timothy Leary. Saat ini, kalau perempuan masih berjuang supaya setara dengan laki-laki, berarti ambisinya kurang tinggi!
Tujuan kami adalah memberikan perhatian yang sewajarnya. Kita ini harus lebih ”perempuan”.  Mayoritas penduduk dunia adalah perempuan. Pokoknya, di mana-mana lebih banyak perempuan. Dan mereka lebih punya kekuatan daripada laki-laki, membuat laki-laki jadi ”pengikut”.
Coba lihat saja even-even. Kalau di sana banyak laki-laki, pasti tidak banyak perempuan. Kalau di sana banyak perempuan, pasti banyak laki-laki. Makanya, ada banyak program ladies night, bukan gentlemen night.
Lebih lanjut, tujuan kami juga bukan sekadar menyenangkan perempuan muda. Bukan sekadar untuk ibu-ibu. Bukan sekadar untuk perempuan trendi. Juga bukan sekadar untuk perempuan berusia lanjut. Tujuan kami untuk semua perempuan… ***
Selama ini, menggarap halaman koran untuk perempuan bukanlah hal baru. Ada yang komentar, Marketing for Venus kan sudah konsep lama.
Selama ini, juga sudah ada banyak halaman khusus koran yang dibuat ”untuk perempuan”.
Namun, belakangan kami menyadari, ada yang kurang dari dua hal di atas itu. Pertama, memedulikan perempuan tidak boleh musiman. Harus terus-menerus, tanpa henti. Sama halnya dengan memiliki halaman untuk anak muda. Harus terus-menerus, tanpa henti. Saat ini, lembaran DetEksi di Jawa Pos sudah berjalan hampir 11 (sebelas) tahun nonstop!
Dampaknya? Berdasar survei terakhir Nielsen, pembaca Jawa Pos terus luar biasa. Di saat koran besar lain melorot, Jawa Pos mampu bertahan di nomor satu.  Pembacanya pun cenderung muda. Kelompok terbanyak (34 persen) berusia 20–29 tahun. Yang berusia 10–19 mencapai 16 persen. Jadi, 50 persen pembaca harian ini berusia 10–29 tahun. Sisanya usia 30–39 (28 persen), lalu usia 40–49 (15 persen).
Pembaca Jawa Pos muda bukan? Bisa dibilang, regenerasi pembaca telah berjalan sangat baik. Sebab, yang terbanyak itu (usia 20–29) bisa dibilang adalah ”lulusan” pembaca DetEksi (usia mereka 10–19 ketika DetEksi mulai terbit pada 26 Februari 2000).
Berdasar pelajaran sepuluh tahun ini, kita tidak pernah boleh berhenti memperhatikan kelompok pembaca tertentu. Apalagi kelompok terbesar seperti perempuan. Mengenai halaman ”khusus perempuan” yang sudah banyak dilakukan koran, selama ini juga ada ”lemahnya”. Selama ini, kalau dipikir-pikir, perempuan dianggap sebagai ”sebuah segmen”.
Artinya, sudut pandang koran masih laki-laki banget karena melihat perempuan dari ”seberang”, sebagai sebuah segmen.
Padahal, seperti sudah ditulis di atas, perempuan bukan segmen. Perempuan itulah yang merajai dunia ini. Kok kita sering lupa ya bahwa perempuan itu lebih banyak daripada laki-laki!
Lewat Jawa Pos for Her, kami berharap benar-benar menyuguhkan halaman-halaman perempuan secara sungguh-sungguh, melayani kelompok masyarakat terbesar. Ketika kemudian bisa benar-benar senang, kelompok masyarakat terbesar tersebut  lantas berperan membuat perubahan yang lebih baik. Maka,  perubahan bisa berjalan lebih cepat!
Seperti ucapan Charles Malik: Cara tercepat untuk mengubah masyarakat adalah memobilisasi perempuan di dunia!
Kami yakin, laki-laki pun lama-lama akan tertarik untuk membaca Jawa Pos for Her. Sebab,  sesungguhnya laki-laki sangat perlu belajar tentang perempuan. Supaya bisa lebih ”pink” dan lebih bisa memahami kelompok masyarakat yang lebih besar daripada mereka.
Lantas, kalau laki-laki tidak terima: Ayo perempuan, lawan saja mereka. Perempuan menang jumlah! ***         Tidaklah mudah menyiapkan Jawa Pos for Her. Juga pasti tidak akan mudah menjaga konsistensinya nanti. Tentu akan ada evaluasi, akan ada modifikasi, akan ada improvement yang terus dilakukan untuk perbaikan. Tidaklah mudah tampil sungguh-sungguh seperti yang telah kami targetkan. Tapi, kami akan mencoba dengan sepenuh hati.
Makanya, internalisasi Jawa Pos for Her tidak hanya dilakukan lewat diskusi dan penerapan pada halaman. Kami mengecat ruang redaksi di lantai 4 Graha Pena Surabaya menjadi pink. Seragam karyawan pink, kartu nama akan jadi pink, dan lain-lain akan ikut jadi pink.
Kami benar-benar ingin seluruh personel Jawa Pos betul-betul menjiwai sekaligus merasa asyik dengan ”ke-pink-an” baru ini. Kalau kami bisa asyik, kami yakin pembaca akan ikut asyik.
Serangkaian program ”pink” sudah kami siapkan, untuk diselenggarakan dalam waktu dekat ini. Kuis Shopping Queen dan kompetisi menulis esai mahasiswi Her View yang berhadiah pergi ke Amerika Serikat hanyalah bagian kecil.
Pokoknya tunggu saja! Jawa Pos, selalu ada yang baru… (*)
Based in Surabaya, East Java, Jawa Pos is one of the biggest newspapers in Indonesia.
Number one in readership according to Nielsen Media Research at the end of 2009.
Jawa Pos is a trendsetting and award winning newspaper, with circulation of over 400.000 copies daily.