Minggu, 02 September 2012

SERAT PEPALI KI AGENG SELO

By Khoiullah
Serat Pepali ini adalah penulisnya sendiri menjelaskan tafsirannya atas simbolisme yang digunakan dalam karyanya. Jadi, setiap pembaca karyanya dapat mengerti makna simbol dalam karyanya dengan hanya membaca penjelasan dari Ki Ageng Selo sendiri.
1.         Samudera Besar
2.       Tempat tak Bertulisan
3.       Teratai tak Berkelopak
5.       Daun Hijau tak Berpohon
6.       Muazzin tanpa Bedug
8.       Angka Satu

Ingkang samodra agung, Tanpa tepi anerambahi. Endi kang aran Allah? Tan roro tetelu. Kawulane tanna wikan, Sirna luluh kang aneng datu’llah jati, Aran sagara Purba.Ana papan ingkang tanpa tulis. Wujud napi artine punika, Sampyuh ing solah semune, Nir asma kawuleku, Mapan jati rasa sejati. Ing njro pandugeng taya. Marang Ing Hyang Agung. Pangrasa sajroning rasa, Sayektine kang rasa nunggal lan urip,Urip langgeng dimulya. Sasmitane ingkang tunjung putih/Tanpa slaga inggih nyatanira/Rokhilafi satuhune/Datullah ananipun/Yeku sabda ingkang arungsit./Iku pan bangsa cipta,/Hananira iku./Tandha kang darbe pratandha. Damar murup tanpa sumbu nenggih/Semunira urup aneng Karsa./Dat mutlak iku jatine!/Anglir tirta kamanu,/Kadi pulung sarasa jati./Puniku wujud tunggal,/Aranira iku. Godhong ijo tanpa wreksa iki,//Semunira ing masalah ing rat,//Lah iya urip jatine.//Dudu napas puniku,//Dudu swara lan dudu osik,//Dudu paningalira,//Dudu rasa perlu,//Dudu cahya kantha warna,//Urip jati iku, nampani sakalir,//Langgeng tan kena owah. Pasemone kang modin puniki,//Pan bedhuge muhung aneng cipta,//Iya ciptanira dhewe.//Pan ingaken sulih Hyang Widi.//Cipta iku Muhammad,//Tinut ing tumuwuh.//Wali, mukmin datan kocap.//Jroning cipta Gusti Allah ingkang mosik,//Unine: rasulullah.//Lamun meneng Muhammad puniki,//Ingkang makmum apan jenengira.//Dene ta genti arane,//Yen imam Allah iku,//Ingkang makmum Muhammad jati.//Iku rahsaning cipta,//Sampurnaning kawruh.//Imam mukmin pan wus nunggal,//Allah samar Allah tetep kang sejati,//Wus campuh nunggal rasa. sentek pisan wus rampung,//tanggal pisan purnama sidi,//panglong grahana lintang,//Iku semunipun,//kang sampun awas ing cipta.








Bait yang berbunyi ingkang segara agung (samudera besar), dijelaskan maknanya sebagai berikut:
Ingkang samodra agung, Tanpa tepi anerambahi. Endi kang aran Allah? Tan roro tetelu. Kawulane tanna wikan, Sirna luluh kang aneng datu’llah jati, Aran sagara Purba.
(Samudera besar yang tak bertepi, meresapi seluruh alam. Manakah yang disebut Allah? Tak ada lainnya (dua atau tiga). Makhluknya tak ada yang menyadari, Karena musnah terlarut dalam zat Allah sejati, Yang disebut Lautan Purba.)
‘Samudera besar’ menyimbolkan sesuatu yang tak bertepi, tak berbatas, dan melingkupi seluruh alam; agama menyebutnya ‘Tuhan’ atau ‘Allah’. Simbolisme ‘samudera besar’ dipakai untuk menggambarkan ketunggalan zat Allah. Dalam samudera, misalnya, ada organisme-organisme yang hidup dengan cara menggantungkan diri sepenuhnya dengan air samudera. Jika air itu kering, maka organisme-organisme yang di dalamnya akan mati. Begitu pula dengan Allah. Semua ciptaanNya amat bergantung kepadaNya, sama tergantungnya dengan ikan terhadap air. Jika Allah tidak ada, sama dengan tidak adanya air, maka semua ciptaan tidak akan ada (sama dengan tidak adanya ikan tadi). Seluruh ciptaan, karena amat tergantung pada Allah, maka tentu kekuasaannya terbatas; terbatas pada usia, umur, dan kematian. Hanya Allah yang tidak terbatas; Ia senantiasa Abadi, Takterbatas, Luas, Hidup, yang disimbolkan pula dengan ‘Lautan Purba’.
Simbol ‘samudera luas’ atau ‘lautan asal’ juga menggambarkan asal seluruh keberadaan. Allah disebut ‘Lautan Asal’, karena ialah asal mula dari segala penciptaan. Sebelum segalanya tercipta, hanya ada Allah, dan sesudah segalanya tiada, hanya ada Allah. Dalam Al-Quran, kitab Muslim, dikatakan ‘Innaa lillaah wa innaa ilaihi raaji’uun’ (sebenarnya kita adalah milik Allah dan kita kembali kepadaNya), yang amat sinkron dengan simbol ‘lautan purba’ ini.

Bait lawan papan kang tanpa tulis (dan tempat yang tak bertulis) dijelaskan maknanya dalam pepali berikut ini:

Ana papan ingkang tanpa tulis. Wujud napi artine punika, Sampyuh ing solah semune, Nir asma kawuleku, Mapan jati rasa sejati. Ing njro pandugeng taya. Marang Ing Hyang Agung. Pangrasa sajroning rasa, Sayektine kang rasa nunggal lan urip,Urip langgeng dimulya.

(Ada tempat yang tak bertulisan. Kosong mutlak artinya itu, Dalamnya lenyap terlarut segala gerak dan semu. Hapus sebutan Aku karena Masuk kedalam inti rasa sejati, Didalam tiada bangun (sadar) Kediaman Hyang Agung Perasaan masuk kedalam rasa, Sebenarnya rasa sudah bersatu dengan hidup, Hidup kekal serba nikmat).

Biasanya, tempat (ruang, dimensi) memiliki nama, atau paling tidak, dinamai oleh manusia dengan kata-kata atau bahasa. Tapi disini, Ki Ageng Selo menyebut adanya ruang atau dimensi yang tak sanggup dilukiskan dengan kata-kata atau bahasa manusia. Ruang (dimensi) itulah yang disebut agama sebagai ‘ruang Allah’ (baitullah, ‘rumah Allah’). Maksudnya, bukan baitullah yang ada di Mekkah, Saudi Arabia, yang juga merupakan lambang atau simbol ‘ruang Allah’, tapi maksudnya sungguh-sungguh ‘ruang Allah’, suatu dimensi tersendiri yang tak mampu dinamai kata-kata dan tak mampu disebut dalam bahasa biasa, yang di dalamnya Allah berada. Ki Ageng menyebutnya ‘zat Allah’ atau ‘kekosongan mutlak’ (wujud napi artine punika).

Dalam ‘ruang kosong mutlak’ atau ‘marang ing Hyang Agung’ (kediaman Tuhan Agung), tak ada prinsip ‘gerak’ lagi, sebab ‘gerak’ hanya berlaku bagi ciptaan, sedangkan ‘Si Penggerak’ yaitu Allah, tidak lagi membutuhkan ‘gerak’, justru dari dialah ‘gerak’ bagi ciptaan itu ada dan dia sendiri tidak bergerak. Seperti dalang, dialah yang menggerakkan semua wayang, tapi dia sendiri tidak digerakkan, karena dia itu asalmula ‘gerak’ dan ‘gerak’ itu sendiri. Aristoteles menyebutnya sebagai ‘Sang Penggerak yang tak tergerakkan’ (The Unmoved Mover).

Orang yang ingin memasuki ‘ruang Allah’, dapat memasukinya dengan cara olah-rohani atau ‘jalan mistik’. Dalam ‘jalan mistik’, manusia melenyapkan dirinya (fana’) untuk masuk ke ‘kekosongan mutlak’ itu, masuk ke dalam zat Allah dan melarutkan zatnya dalam zat Allah. Jika seorang berhasil masuk ke zat Allah, maka segala kemanusiaannya untuk sementara lenyap, seperti orang yang mabuk atau orang pingsan. Kesadarannya hilang, diganti dengan bentuk kesadaran lain, yakni ‘rasa nikmat’ (ekstase), seperti rasa nikmat dari anggur yang memabukkan.
Bait tunjung tanpa selaga (teratai tak berkelopak) dijelaskan maknanya sebagai berikut:
Sasmitane ingkang tunjung putih/Tanpa slaga inggih nyatanira/Rokhilafi satuhune/Datullah ananipun/Yeku sabda ingkang arungsit./Iku pan bangsa cipta,/Hananira iku./Tandha kang darbe pratandha.

(Isyarat teratai putih/Tak berkelopak ialah kenyataan./Ruhilafi sebenarnya./Itu adanya datullah,/Itu, sabda yang sangat pelik./Itu kan perihal cipta,/Yang disebut itu./Sifat yang memiliki segala sifat.)

Ada teratai, tapi tak berkelopak. Dan kalau teratai tak berkelopak, bagaimana orang dapat mengenalinya, sedangkan bunga teratai nampak jelas sebagai teratai apabila ia berkelopak. Ternyata, yang dimaksud Ki Ageng disini bukanlah bunga teratai yang material dan empiris, yang akan nampak jika dilihat oleh mata fisikal manusia. ‘Bunga teratai yang tak berkelopak’ ialah simbol hakikat wujud Tuhan. Hakikat wujud Tuhan mustahil ditangkap oleh mata fisikal; ia hanya dapat disimbolkan dengan daya imajinasi manusia, tapi tentunya dengan simbolisme yang tidak biasa, seperti simbolisme ‘bunga teratai tak berkelopak’ yang sangat di luar kebiasaan itu. Dalam ajaran Sufisme-Jawa, hakikat wujud Tuhan disebut dengan roh ilapi atau ruhilafi. Buku Pantheisme dan Monisme dalam Sastra Suluk Jawa karangan P.J. Zoetmulder sangat membantu untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan ruhilafi disini. Zoetmulder menjelaskan, bahwa ruhilafi ialah ‘...merupakan mata rantai utama antara Tuhan dan dunia. Berulang kali diumpamakan atau disamakan dengan huruf alif, huruf pertama dalam alfabet. Seperti semua huruf merupakan tanda, jadi manifestasi mengenai apa yang dilambangkan, sedangkan huruf alif merupakan huruf pertama, demikian pula roh ilapi merupakan manifestasi utama di antara para manifestasi ilahi. Oleh karena itu dinamakan ‘’ratu semua roh’’ [ratu ning nyawa] atau ‘’ratu segala sesuatu yang nampak [ratu ning salir kumelip]’ (Zoetmulder 1990:192-193). Jadi, ruhilafi ialah roh pertama, manifestasi pertama, wujud pertama, bentuk pertama, atau nampakan pertama dari Tuhan; agar Tuhan dapat dikenali oleh manusia, tentunya lewat ‘mata-batin’, bukannya ‘mata fisikal’. Nampakan pertama Tuhan itu sangat nyata, senyata-nyatanya, sehingga walaupun ia ‘tak berkelopak’, ia masih dapat dikenali sebagai ‘bunga teratai’.
Bait damar murup tanpa sumbu nenggih (lampu menyala tanpa sumbu) dijelaskan artinya sebagai berikut:
Damar murup tanpa sumbu nenggih/Semunira urup aneng Karsa./Dat mutlak iku jatine!/Anglir tirta kamanu,/Kadi pulung sarasa jati./Puniku wujud tunggal,/Aranira iku.

(Lampu menyala tanpa sumbunya/Itu lambang nyala pada Kehendak./Dat Mutlak itu sebenarnya!/Sebagai air yang bercahaya,/Wahyu kesatuan dengan rasa sejati./Itulah bentuk tunggal,/Yang disebut itu.)

Ada lampu, tapi tanpa sumbu. Ini pasti lampu yang luar biasa, sebab mana ada lampu yang dapat menyala tanpa bantuan sumbu. Justru dari sumbu itulah api mengeluarkan cahaya dan cahaya itu dapat menerangi sekelilingnya. Dan keberadaan lampu sangat bergantung pada sumbu yang mengeluarkan cahaya itu. Tapi, lampu ini berbeda; ia bukan lampu material. Ia simbol dari ‘nyala kehendak Tuhan’. Seperti ‘lampu yang nyala tak bersumbu’, kehendak Tuhan menyala-nyala secara absolut dan mandiri; nyalanya bukan karena pribadi lain yang merupakan ‘sumbunya’, tapi menyala karena diriNya sendiri. Ini serupa dengan penjelasan sebelumnya, bahwa Aristoteles memandang Tuhan sebagai ‘Sang Penggerak yang tak tergerakkan’ (The Unmoved Mover), yang bergerak sendiri tanpa bantuan pribadi lain dan merupakan gerak tunggal yang paling pertama dan yang absolut.

Simbolisme ‘lampu menyala tanpa sumbu’ untuk merepresentasi hakikat kehendak Tuhan ternyata terinspirasi dari simbolisme Quranik. Dalam Surat Al-Nur 35 terdapat simbolisme ‘lampu’. Disitu dikatakan: Tuhan (disimbolkan dengan) ‘Cahaya Langit dan Bumi’. CahayaNya dianalogikan sebagai sebuah miskat yang di dalamnya ada lampu besar. Lampu besar itu sendiri ada di dalam kaca, sedangkan kaca itu dianalogikan dengan bintang seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah Timur dan tidak pula di sebelah Barat. Minyak tersebut bisa menerangi sekelilingnya, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya. Tuhan membimbing orang yang Ia kehendaki menuju cahaya-Nya itu.. Simbol ‘minyak menerangi tanpa api’ ini amat analog dengan simbol ‘lampu menyala tanpa sumbu’ di atas.
Bait Godhong ijo ingkang tanpa wreksa (daun hijau tak berpohon) dijelaskan Ki Ageng Selo sebagai berikut:
Godhong ijo tanpa wreksa iki,//Semunira ing masalah ing rat,//Lah iya urip jatine.//Dudu napas puniku,//Dudu swara lan dudu osik,//Dudu paningalira,//Dudu rasa perlu,//Dudu cahya kantha warna,//Urip jati iku, nampani sakalir,//Langgeng tan kena owah.

(Daun hijau yang tak berpohon,//Itu lambang masalah alam.//Yaitu hidup sejatinya.//Bukan nafas itu,//Bukan suara dan bukan gerak batin,//Bukan pemandangan,//Dan bukan rasa syahwat,//Bukan cahaya, bangun atau warna.//Itulah hidup sejati, yang menerima segala persaksian,//Kekal tak ada ubahnya.)

Ki Ageng menggunakan tumbuhan untuk menjelaskan ajaran esoterisnya. Daun, menurut ilmu biologi, terjadi karena evolusi pertumbuhan sebuah biji. Biji menumbuhkan akar, akar lalu menumbuhkan batang. Batang pohon kemudian menumbuhkan cabang, lalu cabang menumbuhkan ranting, dan ranting akhirnya menumbuhkan buah serta daun. Secara biologis, sebuah daun tidak akan tumbuh tanpa adanya sebuah ‘pohon’ (sebutan untuk keseluruhan organis dari biji, akar, batang, cabang, ranting, buah, dan daun). Tapi jika ada ‘daun yang hidup tanpa pohon’, maka itu sangat ajaib. Ki Ageng menggunakan analogi ‘daun hijau tak berpohon’ ini untuk mengutarakan ajaran ‘hidup esoteris’ (urip jati). Seperti ‘daun hijau yang tak berpohon’, kehidupan yang dijalani oleh seorang ‘esoteris’ tidak lagi dipahaminya sebagai kehidupan orang banyak, yang masih dipenuhi oleh persepsi fisikal seperti ‘nafas’ (jika tidak bernafas, maka orang awam menyebutnya ‘tidak hidup’ alias ‘mati), ‘suara’ (jika tidak bersuara, maka orang awam menyebutnya ‘tidak hidup’ alias ‘mati’), ‘gerak batin’ (jika tidak berperasaan, maka orang awam menyebutnya ‘tidak hidup’ alias ‘mati’), ‘pemandangan’ (jika daya nalar tidak berfungsi, maka orang awam menyebutnya ‘mati’), ‘rasa syahwat’ (jika tidak memiliki daya nafsu, maka disebut ‘mati’), ‘cahaya’, ‘bangun’ serta ‘warna’ (jika indera penglihatan dan indera sentuhan tidak berfungsi, maka orang menyebutnya ‘mati’).

Kehidupan yang hendak dijalani, dinikmati, dan diselesaikan oleh seorang ‘mistikus’ adalah kehidupan yang mengatasi persepsi fisikal yang disebutkan itu semua, dan itu sengaja dilakukannya agar ia mencapai pengetahuan esoteris, yang merupakan dambaannya sendiri.

Seorang mistikus sejati, yang telah menjadi ‘daun hijau tanpa pohon’, memahami kehidupan dunia dengan pemahaman yang lebih tinggi dari yang dimiliki banyak orang. Ia memahami ‘Kehidupan Esensial’, yakni ‘kehidupan asaliah’—kehidupan asli yang belum dihiasi oleh bentuk-bentuk fisik. Kehidupan yang masih berupa esensi. Masih berupa ‘ruh’, belum menjadi ‘badan’. Kehidupan yang ‘belum memerlukan pohon’. Kehidupan yang masih dalam ‘dekapan Tuhan’. Kehidupan itu belum dapat disifati dengan sifat-sifat formal-fisikal seperti ‘mati’, ‘hidup’, ‘asal’, ‘akhir’, ‘bahagia’, atau ‘sengsara’. Kehidupan tanpa ‘ajektif’, dan karenanya ia kekal, tak berubah-ubah. Sebab, perubahan adalah tanda fisikal, sedangkan kehidupan ini ‘belum berbadan’ alias rohaniah. Dalam tradisi Sufisme, kehidupan itu disebut al-hayyu. Bahkan, kata al-hayyu, dalam Sufisme, merupakan salah satu representasi Tuhan, sebagaimana terdapat dalam formula ’99 Nama-Nama Tuhan yang Indah’ (Asmâul-husnâ).
Bait Modin tan ana bedhuge (muazzin tanpa bedug) dijelaskan Ki Ageng Selo sebagai berikut:

Pasemone kang modin puniki,//Pan bedhuge muhung aneng cipta,//Iya ciptanira dhewe.//Pan ingaken sulih Hyang Widi.//Cipta iku Muhammad,//Tinut ing tumuwuh.//Wali, mukmin datan kocap.//Jroning cipta Gusti Allah ingkang mosik,//Unine: rasulullah.//Lamun meneng Muhammad puniki,//Ingkang makmum apan jenengira.//Dene ta genti arane,//Yen imam Allah iku,//Ingkang makmum Muhammad jati.//Iku rahsaning cipta,//Sampurnaning kawruh.//Imam mukmin pan wus nunggal,//Allah samar Allah tetep kang sejati,//Wus campuh nunggal rasa.

(Yang dilambangkan oleh muazzin itu,//Karena akal berperanan bedug juga,//Ialah akalmu sendiri.//Akan tetapi kamu itu//Sebenarnya mewakili Hyang Widi juga.//Akal itu Muhammad,//Pemimpin hidupmu.//Wali, mukmin tak disebut,//Dalam akal Tuhan Allah yang bergerak,//Katanya: rasulullah.//Dalam ketenangan Muhammad itu,//Yang makmum ialah kamu sendiri.//Sebaliknya pada yang disebut,//Allah sebagai imam//Yang makmum ialah Muhammad sejati.//Itulah inti-sari akal,//Kesempurnaan ilmu.//Imam mukmin sudah bersatu,//Allah bayangan dan Allah tetap yang sejati,//Sudah campur bersatu rasa.)

Di sini, Ki Ageng memakai simbolisme dari tradisi Islam, yakni ‘shalat’. ‘Shalat’ ialah cara dan alat manusia untuk berkomunikasi dengan Tuhannya. Sebelum ‘shalat’, biasanya dikumandangkan ‘azan’ (panggilan untuk bershalat), dan sebelum azan dilakukan, biasanya menurut tradisi Jawa, dibunyikanlah ‘bedug’ (alat penanda masuk waktu shalat). Setelah ‘bedug’ dibunyikan, maka ‘muazzin’ (orang yang bertugas melakukan azan) mulai bekerja memanggil orang untuk shalat di mesjid. Setelah ‘azan’ dan setelah orang banyak yang masuk mesjid, maka dimulailah shalat. Shalat dipimpin oleh seorang ‘imam’ (pemimpin shalat), dan orang yang mengikuti di belakangnya disebut ‘makmum’ (orang yang dipimpin oleh imam). Semua terma-terma khas dalam tradisi ‘shalat’ Islam ini digunakan Ki Ageng Selo untuk simbolisme ‘ilmu esoteris’.

Kalau seseorang telah berhasil menguasai ‘ilmu esoteris’ (ilmu tentang rahasia-rahasia ketuhanan), yang disimbolkan disini sebagai ‘muazzin’, maka ia tidak lagi tergantung pada alat-alat (seperti penalaran logika dan penginderaan fisikal) untuk berhubungan dengan Tuhan, yang disimbolkan disini dengan ‘bedug’. Ia tidak lagi memerlukan ‘bedug’, karena ia sudah masuk ke tingkatan ‘muazzin’ yang sempurna ilmu esoterisnya. Dan ‘muazzin’ ini, jika ia hendak berhubungan dengan Tuhan (‘shalat’ dalam tradisi Islam), maka ia tinggal mempersilahkan Tuhan sebagai ‘imam’ nya. Ia tidak berimam dengan akalnya. Ia tidak pula berimam pada panca-inderanya. Walaupun akal dan inderanya cukup membantu dalam persepsinya akan Tuhan (di sini disebut ‘Allah bayangan’), seorang ‘muazzin’ yang tanpa ‘bedug’ akan meninggalkan keduanya di belakang, saat ia berimam pada Allah saja (di sini disebut ‘Allah tetap yang sejati’). Persepsi akaliah dan inderawinya akan melebur, bercampur, bersatu dalam rasa. Peleburan ini dalam tradisi Sufisme disebut fana (peniadaan persepsi akaliah dan persepsi inderawi untuk menyaksikan adanya Tuhan).
Bait-bait sentek pisan wus rampung, tanggal pisan purnama sidi, dan panglong grahana lintang diterangkan oleh Ki Ageng sebagai berikut:

sentek pisan wus rampung,//tanggal pisan purnama sidi,//panglong grahana lintang,//Iku semunipun,//kang sampun awas ing cipta.
(Sekali singgung sudah tamat,//tanggal satu bulan purnama,//tidak kurang gerhana bintang,//itulah lambang,//manusia yang sudah waspada akan ciptanya.)

Ki Ageng menggunakan banyak simbol untuk menjelaskan konsep ‘manusia yang sudah waspada akan ciptanya’, atau dalam terminologi Sufi disebut ‘manusia sempurna’ (Insân Kâmil), yaitu manusia yang telah memahami segala rahasia esoteris. Salah satunya ialah simbol ‘buku’. Orang yang sempurna, yang sudah waspada akan ciptanya diibaratkan Ki Ageng dengan orang yang membaca satu buku. Belum sampai ia membaca bab terakhir dari buku itu, ia sudah ‘tamat’. Ia sudah mengerti keseluruhan isi buku itu dengan sekali ‘singgungan’, dengan sekali baca pada bab pertama. Ia tidak perlu lagi membaca semua bab, karena isi seluruh bab sudah ia pahami pada pembacaannya di bab pertama.

‘Manusia sempurna’ juga disimbolkan oleh Ki Ageng dengan simbol ‘bulan purnama’. ‘Manusia sempurna’ tidak perlu berlama-lama mencari ilmu hingga tua, seperti menunggu ‘bulan purnama’ di akhir bulan, jika ia telah memahami hakikat dan rahasia segala penciptaan di usia mudanya, yang disini disimbolkan dengan ``tanggal satu’’ pada awal bulan kalender. ‘Manusia sempurna’, yang merupakan cita-cita hidup kaum rohani (mistik), tidak mengenal kesenioran dalam ilmu esoteris. Baik tua maupun muda, jika ia menimba ilmu esoteris, akan berpotensi untuk mengaktualisasi sebagai ‘manusia sempurna’. Menjadi ‘manusia sempurna’ yang diterangi cahaya hakikat, seperti simbol ‘terangnya bulan purnama’ disini, menurut Ki Ageng, bisa dan mungkin dicapai dalam jangka waktu pencarian yang tidak lama (tanggal satu), asalkan manusia sudah mampu waspada akan ciptanya.

Manusia sempurna’ juga disimbolkan disini sebagai ‘gerhana bintang yang tidak berkurang-kurang’, yang cahaya pengetahuan esoterisnya memancar pada cahaya pengetahuan esoteris lainnya yang juga memancar, sehingga terjadi ‘gerhana esoteris’. Cahaya pengetahuan esoteris yang disebarluaskan oleh ‘manusia sempurna’ dapat menyadarkan manusia lain akan ciptanya, sehingga manusia lain pun mengandung dan memiliki ‘cahaya’ pula. Semua cahaya itupun memancar satu sama lain, sehingga cahayanya menyerupai gerhana
Bait-bait seperti lawan sastra adi kang linuwih, lawan Qur'an pira sastra nira, estri priyadi tunggale, lawan ingkang tumuwuh tidak diterangkan jelas-jelas oleh Ki Ageng Selo dalam Pepalinya. Jadi, berikut ini adalah tafsiran kami sendiri, yang bisa saja salah dan bisa pula benar. Sebelum menafsirkannya, mari kita lihat terjemahannya lebih dulu, yang sangat piawai dikerjakan oleh R.M. Soetardi Soeryohoedoyo.

(Dan sastra indah-utama, berapakah jumlahnya? Kitab Al-Qur'an, berapakah sastranya? Perempuan dan laki-laki utama, ada berapakah jodohnya? Dan berapakah jumlah yang tumbuh?)

Dalam ketiga bait ini, Ki Ageng memberikan tiga pertanyaan, yang diharapkannya tiga pertanyaan itu dapat dijawab dengan pasti dan tegas sebagai 'satu'. Jadi, walaupun Ki Ageng bertanya 'berapa', sebenarnya yang ia inginkan ialah jawaban 'angka satu'. Jika ia bertanya 'berapa jumlah sastra indah-utama?', maka tentulah yang ia harapkan dijawab dengan 'satu', yakni 'Sastra Mistikal', sastra yang tengah Ki Ageng Selo sendiri karang. Serat Pepali ialah karangannya sendiri yang mengandung estetika sastrawi yang agung, sekaligus mengandung ajaran esoteris yang amat rahasia.

Jika Ki Ageng Selo bertanya 'berapa sastra yang ada dalam Al-Quran?', maka jawaban yang ia minta pasti ialah 'satu', yakni 'Allah'. Bagi kaum mistikus, 'Allah' adalah entitas estetis yang Maha Indah, yang keindahannya di atas keindahan fisikal rendahan. Sungguh berbeda dari semua obyek keindahan yang mengilhami semua 'seniman rendahan' dalam karya-karya mereka (seperti lukisan-lukisan naturalistik atau sastra mimetik), kaum mistikus mengambil 'Allah' sebagai obyek keindahan yang Maha Indah, sehingga lahirlah puisi-puisi mistikal, syair-syair mistikal, novel-novel mistikal, dan cerpen-cerpen mistikal yang kata-katanya sangat mengandung estetika agung. Ini sesuai dengan suatu adagium terkenal di kalangan para Sufi: Innal-laaha jamiilun, yuhibbu-l-jamaal (Allah itu Maha Indah, yang mencintai keindahan).

Jika Ki Ageng Selo bertanya 'perempuan dan laki-laki utama, ada berapa jodohnya?', maka jawaban yang ia minta pastilah 'satu'. Kata-kata 'perempuan' dan 'lelaki' disini tidaklah dimaksudkannya untuk menyebut pasangan jenis kelamin. Tapi, keduanya ialah simbol-simbol realitas. Dalam Filsafat Taoisme, realitas terbagi menjadi dua, Yin dan Yang. Yin adalah 'jodohnya' Yang; Yin tidak memiliki jodoh selain Yang. Dalam Sufisme begitu pula. Realitas ada dua: Anaa (Saya) berjodoh dengan Al-Haq (Allah), atau dalam ajaran Mohammad Iqbal seorang filsuf Pakistan, khudi (ego dengan 'e' kecil) berjodoh dengan Khudi (Ego dengan 'e' besar). Ki Ageng mungkin hendak menjelaskan dua realitas ini dengan simbol 'perempuan' dan 'lelaki'. 'Perempuan' mungkin merupakan simbol 'makrokosmos' (Alam Besar) dan 'lelaki' mungkin simbol 'mikrokosmos' (Alam Kecil). Makrokosmos tentu saja tidak berjodoh selain dengan mikrokosmos.

Jika Ki Ageng Selo bertanya 'lalu berapa jumlahnya yang tumbuh?', maka lagi-lagi jawaban yang dimintanya ialah 'satu'. Dari dua realitas yang berbeda itu, makrokosmos dan mikrokosmos, akan tumbuh dan berkembang apa yang dinamakan 'kesatuan' (union). Dua menjadi satu. Dualitas menjadi unitas. Dualitas yang saling berkembang, akan tumbuh menjadi unitas. Makrokosmos (yang disebut 'agama' sebagai 'Allah') dan mikrokosmos (yang disebut 'agama' sebagai 'manusia'), jika keduanya berkembang dan tumbuh (dalam artian, saling mendekatkan diri), maka akan berbaur dan menyatu. Kaum mistikus memiliki cara khusus untuk 'menyatu dengan Allah' itu, yakni dengan olah-rohani (mistisisme). 'Kesatuan realitas', yang juga di Jawa sering disebut sebagai manunggaling kawulo gusti dan yang sering disebut Filsafat Eksistensialisme sebagai dialog Aku-Engkau (I-Thou), akan tercapai setelah dualitas itu dapat diatasi lewat jalur rohaniah (jalan mistikal).

Do’a Tujuh


إِلَهِيْ أَنْتَ مَقْصُوْدِيْ
Ilâhî Anta maqshûdî / Tuhanku, Engkaulah yang kumaksud,
وَرِضَاكَ مَطْلُوْبِيْ
Wa ridhâka mathlûbî / dan ridhaMU yang kucari,
أَعْطِنِيْ مَحَبَّـتَكَ وَ مَعْرِفَتَكَ
A`thinî mahabbataka wa ma`rifataka/ limpahkan daku cintaMU dan makrifahMU
1.
اَللَّـهُمَّ يَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ
Allahumma yâ qâdhiya l-hâjât / Wahai Allah, pemenuh segala hajat & kebutuhan…
Hajat kami banyak, ya Allah…
penuhilah hajat dunia kami, juga hajat akhirat kami…
2.
اَللَّـهُمَّ يَا كَافِيَ الْمُهِمَّاتِ
Allahumma yâ kâfiya l-muhimmât / Wahai Allah, pencukup segala kepentingan…
Cukupkanlah kepentingan rumah tangga kami…
Cukupkanlah kepentingan pendidikan anak-anak kami…
Cukupkanlah kepentingan usaha dan pekerjaan kami…
Cukupkanlah kepentingan ibadah kami…
Cukupkanlah bekal kami untuk berhaji,
sebelum mati mendatangi…
3.
اللَّـهُمَّ يَا دَافِعَ الْبَلِيَّاتِ
Allahumma yâ dâfi‘a l-baliyyât / Wahai Allah, penolak segala bala’…
penepis segala bencana…
Jauhkanlah kami dari berbagai bala’ dan bencana…
- bencana natural, maupun bencana moral…
- bencana finansial, maupun bencana spiritual…
Jauhkan kami dari bencana rumah tangga, ya Allah…
4.
اللَّـهُمَّ يَا رَافِعَ الدَّرَجَاتِ
Allahumma yâ râfi‘a d-darajât / Wahai Allah, pengangkat derajat…
peninggi martabat…
Angkatlah derajat dan martabat kami…
Muliakanlah umat Muhammad ini di hadapan umat-umatMu yang lain…
Jangan Engkau perhinakan kami,
hanya karena banyaknya dosa dan maksiat yang kami buat…
Tutuplah segala cacat, aib, cela, dan kekurangan-kekurangan kami…
5.
اللَّـهُمَّ يَا شَافِيَ الْأَمْرَاضِ
Allahumma yâ syâfiya l-amrâdl / Wahai Allah, penyembuh dari segala penyakit…
Sembuhkanlah kami dari penyakit-penyakit jismani…
juga penyakit-penyakit ruhani…
Jauhkanlah kami dari penyakit munafik…
6.
اللَّـهُمَّ يَا مُجِيْبَ الدَّعَوَاتِ
Allahumma yâ mujîba d-da‘awât / Wahai Allah, penjawab segala doa…
Engkau pengabul segala permohonan…
Perkenankanlah segala permintaan kami…
Sampaikanlah anak-cucu kami pada cita-cita dan harapan mereka…
7.
اللَّـهُمَّ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Allahumma yâa arhama r-râhimîn / Wahai Allah, Maha Penyayang di antara para penyayang
Sayangilah kami ya Allah…
Jadikanlah kami orang-orang yang Engkau cintai,
sekaligus orang-orang yang mampu untuk saling mencintai…
Sebagaimana kami selalu mengharap ampunan dan maaf dariMu…
jadikan pula kami orang-orang yang mampu memaafkan orang lain…
Angkatlah segala marah & iri, benci & dendam,
serta kekecewaan dari diri kami…

http://ahlussunahwaljamaah.wordpress.com
في أَذكَارِ الصَّباحِ وَالْمَساَءِ

Wirdul-Latif
Zikir Pagi Dan Petang
Susunan

الإمام القطب عبد الله بن علوي الحداد
Al-Imam Al-Qutub Abdullah bin Alawi Al-Haddad

الوِرْدُ اْللَطِيف
Wirdul-Latif
Wirdul-Latif adalah satu dari susunan wirid dan zikir oleh Al-Imam Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad. Selalunya ia dibaca berseorangan pada waktu pagi dan petang. Seperti karangannya yang lain, Imam Haddad menguatkan wirid ini dengan ayat-ayat Al-Quran dan hadith.
Dengan cara tulisannya yang senang difaham, pendek dan tepat, beliau menyusun ayat-ayat Al-Quran dan Hadith untuk berzikir kebesaran dan kelebihan Allah. Dinamakan Wirdul-Latif (wirid ringan) sebab senang dibaca dan senang dirasakan di hati kita. Juga sebab ia tidak begitu panjang seperti wirid yang besarnya, iaitu Wirdul-Kabir.
 
Karangan dan bacaan Wirdul-Latif di sini ialah seperti yang dianjurkan oleh pengikut-pengikut, murid-murid dan muslimin di negeri Arab, Semenanjung Asia dan Africa, dari keturunan Al-Haddad, Munsib-munsibnya di maqam Imam al Haddad di Al-Hawi, Tarim - Hadhramaut di negara Yaman.

Imam Alawi bin Ahmad bin Hassan Al-Haddad, anak kepada cucu beliau telah menyusunkan wirid ini dengan mengurangkan jumlah bacaan tasbih and tahmeed. Perulangan tasbih dan tahmeed dikurangkan kepada tiga dan ditambah satu ayat untuk gantinya. Baginda mengikut arahan Allah seperti di Surah 2 Al-Baqarah Ayat 286: “Allah tidak memberati seseorang melainkan apa yang terdaya olehnya.”
Diriwayatkan daripada Anas r.a. katanya: Rasulullah s.a.w telah masuk ke masjid dan baginda mendapati ada seutas tali yang direntangkan di antara dua tiang, lalu baginda bertanya: “Tali apakah ini?” Para Sahabat menjawab, “Tali itu digunakan oleh Zainab untuk sembahyang, apabila dia merasa malas atau keletihan dia akan berpegang pada tali tersebut.” Rasulullah s.a.w bersabda lagi, “Lepaskan ikatan tali tersebut, seseorang dari kamu hendaklah bersembahyang dengan keupayaan yang ada pada dirinya, apabila dia malas atau letih maka hendaklah dia berhenti.” Zainab adalah seorang yang kukuh imannya. Kemudian Rasulullah s.a.w. bertanya kepada Zainab r.a. jikalau ia mahu belajar satu zikir yang berpahala serupa dengan membaca bilangan zikir-zikir ini. Dan Baginda pun berkata, “tambahkan kalimah ‘seberapa banyak ciptaan Nya’ kepada setiap tasbih, taslim and tahmeed”.
Sudah tentulah lebih baik kalau kita ada masa dan tenaga untuk membaca wirid ini dengan sepenuhnya. Insya Allah Allah akan memberi kita taufiq dan hidayat dan merahmati Al-Habib kita serta memimpin kita ke jalan yang benar.


الوِرْدُ اْللَطِيف


1.     بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
قُلْ هُوَ اْللهُ أَحَدٌ، اَللهُ اْلصَّمَدُ، لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يٌوْلَدْ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ. (ثلاثا)
1.                  Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah (wahai Muhammad): “Dialah Allah Yang Maha Esa; Allah Yang menjadi tumpuan segala permohonan; Ia tidak beranak, dan Ia pula tidak diperanakkan; Dan tidak ada sesiapapun yang sebanding dengan-Nya.  Surah Al-Ikhlas (3X)
 
Dari Imam Bukhari, diriwayatkan daripada Abu Sa’id al-khudri; seseorang mendengar bacaan surah al-Ikhlas berulang-ulang di masjid. Pada keesokan paginya dia datang kepada Rasulullah s.a.w. dan sampaikan perkara itu kepadanya sebab dia menyangka bacaan itu tidak cukup dan lengkap. Rasulullah s.a.w berkata, “Demi tangan yang memegang nyawaku, surah itu seperti sepertiga al Quran!”
Dari Al-Muwatta', diriwayatkan oleh Abu Hurairah; Saya sedang berjalan dengan Rasulullah s.a.w, lalu baginda mendengar seseorang membaca surah al-Ikhlas. Baginda berkata, “Wajiblah.” Saya bertanya kepadanya, “Apa ya Rasulallah?” Baginda menjawab, “Syurga” (Wajiblah syurga bagi si pembaca itu).
 
2.     بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.
قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ، مِنْ شَرِّ ماَ خَلَقَ، وَمِنْ شَـرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ، وَمِنْ شَـرِّ النَّـفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ، وَمِنْ  شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ.   (ثلاثا)
2.                  Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah (wahai Muhammad); “Aku berlindung dengan Tuhan yang menciptakan cahaya subuh, daripada kejahatan makhluk-makhluk yang Ia ciptakan; dan daripada kejahatan malam apabila ia gelap gelita; dan daripada (ahli-ahli sihir) yang menghembus pada simpulan-simpulan ikatan; dan daripada kejahatan orang yang dengki apabila ia melakukan kedengkiannya”.   Surah Al-Falaq (3X)
 
Diriwayatkan daripada Aisyah r.a katanya: Rasulullah s.a.w biasanya apabila ada salah seorang anggota keluarga baginda yang sakit, baginda menyemburnya dengan membaca bacaan-bacaan. Sementara itu, ketika baginda menderita sakit yang menyebabkan baginda wafat, aku juga menyemburkan baginda dan mengusap baginda dengan tangan baginda sendiri, kerana tangan baginda tentu lebih banyak berkatnya daripada tanganku..
  
 
3.     بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.
قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ، مَلِكِ النَّاسِ، إِلَهِ النَّاسِ، مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ اَلَّذِيْ يُوَسْوِسُ فِيْ صُدُوْرِ النَّاسِ، مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ. (ثلاثا) 
3.                  Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah (wahai Muhammad): “Aku berlindung dengan Tuhan sekalian manusia. Yang Menguasai sekalian manusia, Tuhan yang berhak disembah oleh sekalian manusia, Dari kejahatan pembisik penghasut yang timbul tenggelam, Yang melemparkan bisikan dan hasutannya ke dalam hati manusia, dari kalangan jin dan manusia”.            Surah An-Nas (3X)
 
Dari Tirmidhi diriwayatkan daripada Abu Sa’id al-Khudri; Nabi Muhammad s.a.w selalu meminta perlindungan daripada kejahatan jin dan perbuatan hasad manusia. Apabila surah al-falaq dan an-nas turun, baginda ketepikan yang lain dan membaca ayat-ayat ini sahaja.
 
4. رَبِّ أَعُوذُ بِـكَ مِنْ هَمَـزَاتِ الشَّيَـاطِينِ، وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُـرُونِ. (ثلاثا)
4.                  Ya Tuhanku, aku berlindung dengan-Mu dari bisikan-bisikan syaitan. Dan aku berlindung pula dengan-Mu ya Tuhanku dari kedatangan mereka kepadaku. (3X)
Surah 23: Al-Mu’minun Ayat 97-98
 
5. أَ فَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثاَ وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لاَ تُرْجَعُـوْنَ.
5.                  Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main saja, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami?
Surah 23: Al-Mu’minun Ayat 115
 
6.     فَتَعَالَى اللهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيْمِ.
6.                  Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya - Tidak ada Tuhan Selain Dia - Tuhan yang mempunyai ‘Arsy yang Agong. 
Surah 23: Al-Mu’minun Ayat 116
 
 
7.     وَ مَنْ يَدْعُ مَعَ اللهِ إِلَهاً آخَرَ لاَ بُرْهَانَ لَهُ بِـهِ، فَإِنَّمَا حِسَـابُهُ، عِنْدَ رَبّـِهِ، إِنَّـهُ لاَ يُفْلِحُ الْكَافِـرُوْنَ.
7.                  Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak beruntung. 
Surah 23: Al-Mu’minun Ayat 117
 
  
8.     وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.
 
8.                  Dan katakanlah: Ya Tuhanku berilah ampunan dan berilah rahmat, dan Engkau adalah Pemberi rahmat yang paling baik! 
Surah 23: Al-Mu’minun Ayat 118
 
 
9.     فَسُبْحَانَ اللهِ حِيْنَ تُمْسُوْنَ وَحِيْنَ تُصْبِحُوْنَ.
9.                  Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuh.
Surah 30: Ar-Rum Ayat 17
 
 
10. وَلَهُ الْحَمْدُ فِي السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَعَشِيًّا وَحِيْنَ تُظْهِرُوْنَ.
10.              Dan bagiNyalah segala puji di langit dan bumi, dan di waktu petang dan di waktu kamu berada di waktu dhuhur.  
Surah 30: Ar-Rum Ayat 18
 
 
11.   يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ،  وَيُحْيِ الأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَكَذَلِكَ تُخْرِجُوْنَ.
11.              Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan menghidupkan bumi sesudah matinya: dan seperti itulah kamu dikeluarkan dari kubur. 
Surah 30: Ar-Rum Ayat 19
 
 
12.   أَعُوْذُ بِاللهِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم.ِ   (ثلاثا)
12.              Aku berlindung dengan Allah Yang Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui dari bisikan syaitan yang terkutuk.  (3X)
 
Dari Abu Daud diriwayatkan daripada Abu Sa’id al-Khudri; “Apabila  Rasulullah s.a.w. sembahyang tahajjud, selepas beliau bertakbir, baginda membaca: “Subhanallah, Alhamdulillah, Allahuakbar dan Lailaha illallah, tiga kali kemudian beliau mengucap: “Aku berlindung dengan Allah, Yang Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui dari bisikan syaitan yang terkutuk, dari bisikannya, godaannya dan ludahnya.
 
 
13.   لَوْ أَنْزَلْنَـا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًـا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللهِ، وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ.
13.              Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah-pecah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. 
Surah 59: Al-Hashr Ayat 21
 
 
14.   هُوَ اللهُ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهاَدَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ
14.              Dialah Allah Yang Tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Dialah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang.
Surah 59: Al-Hashr Ayat 22
 
 
15.   هُوَ اللهُ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلاَمُ الْمُؤْمِـنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ، سُبْحَانَ اللهِ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ.
15.              Dialah Allah Yang Tiada Tuhan Selain Dia; Raja Yang Maha Suci; Yang Maha Sejahtera; Yang Mengurniakan keamanan; Yang Maha Memelihara; Yang Maha Perkasa; Yang Maha Kuasa; Yang Memeliki Segala Keagungan. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Surah 59: Al-Hashr Ayat 23
 
 
16.   هُوَ اللهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ، لَهُ الأَسْمَاءُ الْحُسْنَى،  يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ، وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيمُ.    
16.       Dialah Allah Yang Menciptakan; Yang Mengadakan; Yang Membentuk Rupa; Yang Mempunyai sifat-sifat yang baik; Bertasbihlah kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi; dan Dia-lah Yang Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana. Surah 59: Al-Hashr Ayat 24
17.   سَلاَمٌ عَلَى نُوْحٍ فِي الْعَالَمِيْنَ.
17.       Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam. Surah 37:Al-Saffat Ayat 79
 
18.   إِنَّا كَذَلِكَ نُجْزِي الْمُحْسِنِيْنَ.
18.       Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.  Surah 37:Al-Saffat Ayat 80
 
19.   إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِيْنَ.    
19.       Sesungguhnya dia termasuk di antara hamba-hamba Kami yang beriman. Surah 37:Al-Saffat Ayat 81
 
20.   أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ.     (ثلاثا)
20.       Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhlukNya.   (3X)
Dari Abu Dawud dan Tirmidhi, Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesiapa yang membaca doa ini tiga kali, tiada apa-apa malapetaka akan terjatuh atasnya.”
 
21.   بِسْمِ اللهِ الَّذِيْ لاَ يَضُرُّ مَعَ أسْمِهِ  شَيْءٌ فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.      (ثلاثا)
21.       Dengan nama Allah yang dengan nama-Nya tak satu pun, yang di bumi mahupun di langit dapat memberi bencana dan Ia Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui. (3X)
Dari Ibn Hibban; Nabi Muhammad s.a.w bersabda: “Hamba-hamba Allah yang membaca doa ini pada waktu pagi dan petang, tiada kesakitan apa jua akan di alaminya.”
 
 
22.   الَّلهُمَّ إِنِّي أَصْبَحْتُ مِنْكَ فِي نِعْمَةٍ وَعَافِيَةٍ وَسِتْرٍ، فَأَتْمِمْ نِعْمَتَكَ عَلَيَّ وَعَافِيَتَكَ وَسِتْرَكَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ.   (ثلاثا)
22.       Ya Allah, sesungguhnya aku telah mendapatkan kurnia, kesehatan serta perlindungan daripada-Mu di pagi hari ini, maka sempurnakan kurnia kesihatan serta perlindungan-Mu padaku di dunia dan akhirat. (3X)
 
23.   اللَّهُمَّ إِنِّي أَصْبَحْتُ أُشْهِدُكَ وَأُشْهِدُ حَمَلَةَ عَرْشِكَ وَمَلاَئِكَتَكَ وَجَمِيعَ خَلْقِكَ أَنَّكَ أَنْتَ اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ وَحْدَكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُكَ وَرَسُولُكَ.   (أربعا)
23.       Ya Allah, di pagi hari ini aku mengambil-Mu sebagai saksi, begitu pun para pemikul ‘Arsy-Mu, para malaikat-Mu dan seluruh makhluk-Mu, bahawa Engkaulah Tuhan, tiada Tuhan selain Engkau, Tunggal tiada sekutu, dan bahawa Muhammad adalah hamba dan utusan-Mu. (4X) (Sila rujuk ke-31)  
 
24.   اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَمْداً يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ.  (ثلاثا)
24.       Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam, pujian yang memadai nikmat-nikmat-Nya dan mencukupi penambahanNya.        (3X)
 
25.   آمَنْتُ بِاللهِ العَظِيْمِ، وَكَفَرْتُ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوْتِ، وَاسْتَمْسَكْتُ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى، لاَ اَنْفِصَامَ لَهاَ، وَاللهُ سَمِيْعٌ عَلِيمٌ.  (ثلاثا)
25.       Aku beriman kepada Allah Yang Maha Agung dan ingkar terhadap sembahan selain Allah, kejahatan dan thoghut (segala yang disekutukan dengan Allah), dan aku berpegang dengan tali yang kukuh yang tidak akan terputus. Dan Allah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui.  (3X) Surah Al-Baqarah Ayat 256;
Dari Bukhari, diriwayatkan oleh Abdullah ibn Salam, yang menceritakan satu peristiwanya kepada Rasulullah s.a.w. lalu baginda berkata, “Syurga itu Islam, dan berpeganglah Pegangan Yang Teguh (urwat al-wuthqa) supaya kamu sentiasa menjadi seorang Muslim sampai kamu mati.”
 
 
26.   رَضِيْتُ بِاللهِ رَبـًّا، وَ بِالإِسْلاَمِ دِيْنـًا، وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا وَرَسُولاً.     (ثلاثا)
26.       Aku ridha Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad s.a.w. sebagai Nabi dan rasul. (3X)
Dari Abu Daud dan Tirmidzi; Nabi Muhammad s.a.w bersabda: “Sesiapa berdoa setiap pagi dan petang dengan doa ini akan masuk ke syurga.”  Surah 3: Ali-Imran Ayat 19: Sesungguhnya ugama (yang benar dan diredai) di sisi Allah ialah Islam.
 
27.  حَسْـبِيَ اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَ هُـوَ عَلَيْـهِ تَـوَكَّلْتُ وَهُـوَ رَبُّ العَرْشِ العَظِيْـمِ. (سبعاً)
27.       Cukuplah Allah sebagai pelindungku; tiada Tuhan melainkan Dia, kepada-Nya aku bertawakal, dan Dialah Penguasa Arasy yang agung. (7X) Surah 9 al-Tawbah Ayat 129.  Dari Tirmidhi, diriwayatkan daripada Abu Sa’id al-Khudri; Rasulullah s.a.w. bersabda, “Bagaimana saya hendak rehat sedangkan tiupan telah sedia di mulutnya, membuka telinganya dan tunduk kepalanya, menunggu arahan untuk meniup? Ditanya lagi, apa pula arahan baginda, “Cukuplah Allah sebagai pelindungku dan Dia lah sebaik-baik penjaga.”
 
28.   اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ.          (عَشرًا)
28.       Ya Allah, limpahkanlah selawat dan salam-Mu ke atas penghulu kami Muhammad serta keluarga dan sahabat-sahabatnya. (10X)
Dari Muslim, diriwayatkan daripada Abdullah bin Amr bin Al ’As:  Rasullulah s.a.w. bersabda: “Sesiapa meminta Allah berselawat kepadaku, Allah akan membalas keatasnya dengan sepuluh kali selawat.”
Surah 33; Al-Ahzab, Ayat 56: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya berselawat (memberi segala penghormatan dan kebaikan) kepada Nabi (Muhammad s.a.w); wahai orang-orang yang beriman berselawatlah kamu kepadanya serta ucapkanlah salam sejahtera dengan penghormatan yang sepenuhnya..”
 
 
29.   اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فُجَاءَةِ الْخَيْرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فُجَاءَةِ الشَّرِّ.
29.       Ya Allah aku bermohon kepada-Mu untuk kebaikan yang tidak disangka; dan aku berlindung dengan-Mu daripada bencana yang mengejut. (Sila rujuk Hadith Per. 31)

30.   اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ، وَ أَناَ عَبْدُكَ، وَأَناَ عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ.
30.       Ya Allah, Engkaulah Tuhanku, tiada Tuhan selain Engkau; Engkau ciptakan daku dan aku ini adalah hamba-Mu dan aku akan menuruti titah dan amanat-Mu sekuat tenagaku.
Dari Bukhari, diriwayatkan oleh Shaddad ibn Aws; Rasulullah s.a.w. bersabda, “Sebaik-baiknya cara memohon ampunan dari Allah ialah: “Ya Allah, Engkaulah Tuhanku, tiada Tuhan selain Engkau; Engkau ciptakan daku dan aku ini adalah hamba-Mu dan aku akan menuruti titah dan amanat-Mu sekuat tenagaku tanpa soal. Aku berlindung dengan-Mu dari hal-hal buruk yang Engkau ciptakan, dan aku mengakui nikmat kurnia-Mu kepadaku, serta mengakui dosaku, maka ampunilah daku, kerana tak ada yang mampu mengampuni dosa itu selainkan Engkau.” Rasulullah s.a.w bersambung lagi... (Sila rujuk Hadith Per. 31 dibawah)
 
31.   أَعُوْذُ بِـكَ مِنْ شَرِّ مـَا صَنَعْـتُ،  أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فاَغْفِرْ لِيْ، فَاِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.   
31.       Aku berlindung dengan-Mu dari hal-hal buruk yang Engkau ciptakan, dan aku mengakui nikmat kurnia-Mu kepadaku, serta mengakui dosaku, maka ampunilah daku, kerana tak ada yang mampu mengampuni dosa itu selainkan Engkau.
Dari Abu Dawud, diriwayatkan oleh Buraydah ibn Hasib; Rasullulah s.a.w. bersabda: Kalau sesipa katakan di waktu pagi dan petang,: “ Ya Allah! Engkaulah Tuhanku; tiada tuhan selain-Mu, Engkau Penciptaku, aku hamba-Mu, dan aku berpegang dengan tali yang kokoh yang tidak akan putus; Aku berlindung dari perkara buruk yang aku telah lakukan; aku mengakui nikmat-Mu serta dosaku; ampunilah aku sebab tiada yang mampu mengampuni selainkan Engkau.”, dan jika dia mati pada hari atau malam itu, dia akan masuk syurga.
 
32.   اَللَّهُـمَّ أَنْتَ رَبِّيْ، لاَ اِلَهَ إلاَّ أَنْتَ، عَلَيْكَ تَوَكَّلْـتُ، وَأَنْتَ رَبُّ الْعَـرْشِ الْعَظِيْـمِ.
32.       Ya Allah, Engkaulah Tuhanku tiada tuhan selain Engkau, hanya kepada Engkau aku berserah diri, dan Engkaulah Tuhan yang mempunyai Keagungan.
Dari Bukhari, diriwayatkan oleh Abdullah ibn Abbas; Rasullulah s.a.w. apabila dimasa kesusahan berdoa dengan membaca: “Tiada yang berhak disembah melainkan Allah, Maha Sejahtera, Maha Kuasa. Tiada yang berhak disembah selain Allah, Tuhan senanjung syurga dan dunia, Raja Yang Agung.”
 
33.   مَا شَاءَ اللهُ كَـانَ، وَمَا لَمْ يَشَأْ لَـمْ يَكُنْ، وَلاَ حَـوْلَ وَلاَ قُوَّةَ  إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ. 
33.       Apa yang dikehendaki Allah pasti akan terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki tidak akan terjadi, Tiada daya dan tiada kekuatan tanpa pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar         (Rujuk Keterangan di Per: 54)
 
34.  اَعْلَـمُ أَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْـرٌ، وَاَنَّ اللهَ قَدْ أَحَـاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًـا. 
34.       Aku mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dan sesungguhnya Allah tetap meliputi ilmu-Nya atas tiap-tiap sesuatu.       
Surah 65: Al Talaq Ayat 12
 
35.   اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِـكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِيْ،  وَمِنْ شَرِّ كُـلِّ دَابَّـةٍ أَنْتَ آخِـذٌ بِنَا صِيَتِهاَ، إِنَّ رَبِيِّ عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ.    *
35.       Ya Allah, aku berlindung dengan-Mu dari kejahatan diriku sendiri, dan dari kejahatan segala yang melata yang ubun-ubunnya berada dalam genggaman-Mu, sesungguhnya Tuhanku selalu berada di atas jalan yang lurus.
36.   يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ، بِرَحْمَتِكَ اَسْتَغِيْثُ، وَمِنْ عَذَابِكَ أَسْتَجِيْرُ.       
36.       Ya Allah, Yang Hidup, Tuhan Yang Berdiri Sendiri, aku memohon pertolongan dengan kasih sayang-Mu, dan aku memohon perlindungan daripada siksa-Mu.
 
37.   أَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ، وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَي نَفْسِيْ  وَلاَ إِلَى أَحَدٍ مِنْ خَلْقِكَ طَرْفَةَ عَيْنٍ.          
37.     Berilah kepadaku kebaikan dalam semua permasaalahanku, janganlah Engkau menyerahkan daku kepada diriku sendiri, dan jangan juga kepada salah seorang pun daripada makhluk-Mu walau sekelip mata sekalipun.
 
38.   اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ.
38.     Ya Allah, aku berlindung dengan-Mu daripada keluh kesah dan kesedihan, dan aku berlindung dengan-Mu daripada kelemahan dan kemalasan, dan aku berlindung dengan-Mu daripada bebanan hutang dan daripada paksaan manusia.
Dari Bukhari, diriwayatkan daripada Anas ibn Malik; apabila Rasulullah s.a.w., berhenti untuk berehat; saya dengar baginda berdoa: “Ya Allah, aku berlindung dengan-Mu daripada keluh kesah dan kesedihan, dan aku berlindung dengan-Mu daripada kelemahan dan kemalasan, dan aku berlindung dengan-Mu daripada bebanan hutang dan daripada paksaan manusia"
 
39.   اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ، فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ.      
39.       Ya Allah, aku bermohon kepada-Mu kesejahteraan di dunia dan akhirat.
 
40.   اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَـافِيَةَ، وَالْمَعَافاَةَ الدَّائِمَةَ، فِي دِيْنِيْ وَدُنْياَيَ وَأَهْلِيْ وَماَلِيْ.
40.              Ya Allah, aku bermohon kepada-Mu pengampunan dan kesejahteraan serta perlindungan yang abadi dalam agamaku, duniaku, keluargaku, dan hartaku.
Dari Abu Dawud, diriwayatkan daripada Abdullah ibn Umar; Rasulullah s.a.w. selalu mengucapkan doa ini di waktu pagi dan petang: “Ya Allah, aku bermohon kepada-Mu kesejahteraan di dunia dan akhirat. Ya Allah, aku bermohon kepada-Mu pengampunan dan kesejahteraan serta perlindungan yang abadi dalam agamaku, duniaku, keluargaku, dan hartaku. Ya Allah, tutupilah segala ke’aibanku, dan amankanlah ketakutanku. Ya Allah, peliharalah daku dari malapetaka yang datang dari depanku dan dari belakangku, dan dari kananku dan dari kiriku, dan dari atasku, dan aku berlindung dengan keagungan-Mu agar jangan ditipu dari bawahku (tanpa disedari).)
 
41.   اَللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِيْ وَآمِنْ رَوْعَاتِيْ. 
41.       Ya Allah, tutupilah segala ke’aibanku, dan amankanlah ketakutanku. (Sila rujuk Hadith Per: 40)
 
42.   اَللَّهُمَّ احْفَظْنِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ وَمِنْ خَلْفِيْ وَعَنْ يَمِيْنِيْ وَعَنْ شِماَلِيْ وَمِنْ فَوْقِيْ، وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتاَلَ مِنْ تَحْتِيْ.      *
42.       Ya Allah, peliharalah daku dari malapetaka yang datang dari depan dan belakangku, dan dari kanan dan kiriku, dan dari atasku, dan aku berlindung dengan keagungan-Mu agar jangan ditipu dari bawahku (tanpa disedari).       (Sila rujuk Hadith Per: 40)
 
43.   اَللَّهُـمَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِـيْ،  وَأَنْتَ تَهْدِيْنِـيْ،  وَأَنْتَ تُطْعِمُنِـيْ وَأَنْتَ تَسْقِيْنِـيْ،  وَأَنْتَ تُمِيْتُنِـي،  وَأَنْتَ تُحْيِيْنِـيْ.     
43.       Ya Allah, Engkaulah yang menciptakan daku, memberikan petunjuk kepadaku, memberi makanan padaku, memberikan minuman kepadaku, mematikan daku, dan membangkitkan daku semula.
Dari Muslim, diriwayatkan oleh Miqdad, Rasulullah s.a.w bersabda, “Allah, memberiku makanan, memberiku minuman,” setelah baginda dapati susunya telah di minum oleh seorang.
 
44. أَصْبَحْناَ عَلَى فِطْرَةِ اْلإِسْلاَمِ، وَعَلَى كَلِمَةِ اْلإِخْلاَصِ، وَعَلَى دِيْنِ نَبِيِّناَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى مِلَّةِ أَبِيْنَا إِبْراَهِيْمَ حَنِيْفاً مُسْلِماً، وَماَ كاَنَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ.  *
44.       Kami berada pada pagi ini dengan fitrah beragama Islam, di atas kalimah ikhlas, dengan agama Nabi kami Muhammad s.a.w dan agama bapa kami Ibrahim a.s. yang lurus dan berserah diri (kepada Allah), dan sekali-kali bukanlah dia dari golongan orang-orang yang mempersekutukan Allah dengan yang lain.
“Hari ini Kami telah lengkapkan agamamu, dan  penuhkan nikmat-Ku kepadamu, dan meredhai untukmu Islam sebagai agamamu.     Surah 5: al-Ma’idah Ayat 3
 
45.   اَللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا، وَبِكَ أَمْسَيْنَا،  وَبِكَ نَحْيَا، وَبِكَ نَمُوْتُ، وَإِلَيْكَ النُّشُوْرُ، أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ لِلَّهِ، وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعاَلَمِيْنَ.  
45.       Ya Allah! sesungguhnya kami berada di waktu pagi bersama Engkau, demikian pula di waktu petang, dan di kala hidup dan di kala mati, dan hanya kepada-Mu lah tempat kebangkitan, kami berada di waktu pagi sedang kekuasaan tetap berada bagi Allah Tuhan seru sekalian alam.
Dari AbuDawud, diriwayatkan oleh Abu Malik; Rasulullah s.a.w. bersabda: “Apabila bangun pagi, bacalah: “Ya Allah, sesungguhnya kami berada di waktu pagi bersama Tuhan seru sekalian alam. Ya Allah, kami memohon kepada-Mu kebaikan hari ini keterbukaannya, kemudahannya, cahayanya, keberkatanmya dan petunjuknya; dan perlindungan dari keaiban yang datang dengan nya dan sesudahnya.” Pada petang hari serupa juga.
 
46.   اَللَّهُّمَ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَ هَذَا الْيُوْمِ فَتْحَهُ وَنَصْرَهُ وَنُوْرَهُ وَبَرَكَتَهُ وَهُداَهُ
46.       Ya Allah, kami memohon kepada-Mu kebaikan hari ini, pembukaannya, kemudahannya, cahayanya, berkatnya dan petunjuknya.
 
47.   اَللَّهُمَّ إِنَّي أَسْأَلُكَ خَيْرَ هَذاَ الْيُوْمِ،  وَخَيْرَ ماَ فِيْهِ،  وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هَذاَ الْيُوْمِ وَشَرِّ مَا فِيْهِ.          
47.       Ya Allah aku memohon kepada-Mu kebaikan hari ini, dan kebaikan apa yang ada di dalamnya, dan aku berlindung kepada-Mu daripada keburukan hari ini dan keburukan apa yang terdapat didalamnya.

48.    اَللَّهُمَّ ماَ أَصْبَحَ بِيْ مِنْ نِعْمَةٍ أَوْ بِأَحَـدٍ مِنْ خَلْقِكَ، فَمِنْكَ  وَحْدَكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ، فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ عَلَى ذَلِكَ.    
48.       Ya Allah, nikmat yang aku terima di pagi ini, atau yang di terima oleh salah seorang dari hamba-Mu, maka sumbernya hanyalah Engkau semata, tiada sekutu bagi-Mu, bagi-Mu lah pujian dan kepada-Mu kami bersyukur atas semuanya itu.
Dari Abu Dawud, diriwayatkan oleh Abu Malik;  “Seorang bertanya Rasulullah s.a.w.: ‘Berilah kami suatu ayat yang boleh kami ulangi tiap pagi, petang dan apabila kami bangun dari tidur.’ Baginda suruh kami berdoa: "Ya Allah! Yang Mencipta Syurga dan dunia, Yang Mengetahui semua yang zahir dan batin, Engkaulah Tuhan sekian makhluk;  para malaikat saksikan bahwa tiada tuhan selain-Mu, kami berlindung dengan-Mu dari keburukan diri kami dan dari bisikan syaitan yang menyekutukan Mu.”
 
49.   سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ عَدَدَ خَلْقِـهِ وَرِضَـى نَفْسِهِ وَزِنَةَ عَرْشِهِ  وَمِداَدَ كَلِمَاتِهِ.         (ثلاثا)
49.       Maha Suci Allah dan puji-pujian untukNya, sebanyak bilangan makhlukNya, sebanyak bilangan keridhaanNya, sebanyak timbangan ‘ArsyNya dan sebanyak tinta untuk menulis kalimatNya.    (3X)
Diriwayatkan daripada Juwairiyah Ummil Mukminin r.a., bawahasanya Nabi s.a.w keluar dari rumahnya pada suatu pagi setelah habis sembahyang subuh sedang Juwairiyah masih di tempat sembahyangnya (berzikir), apabila beliau kembali ke rumah setelah menunaikan shalat Dhuha, beliau dapati Juwairiyah masih di tempat sembahyangnya lagi, lalu beliau bertanya: Apakah engkau masih lagi berkeadaan seperti aku tinggalkanmu tadi? Maka berkata Nabi s.a.w.: Bila aku meninggalkanmu tadi aku telah mengucapkan empat kalimah sebanyak 3 kali, jika ditimbang dengan apa yang engkau ucapkan sejak awal hari tadi niscaya ia lebih daripada apa yang engkau ucapkan, iaitu wirid yang disambung dengan”sebanyak bilangan ......”.
 
50.   سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ عَدَدَ خَلْقِـهِ وَرِضَـى  نَفْسِـهِ  وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِداَدَ كَلِمَاتِهِ.         (ثلاثا)
50.       Maha Suci Allah Yang Maha Agung dan puji-pujian untukNya, sebanyak bilangan makhlukNya, sebanyak bilangan keridhaan-Nya, sebanyak timbangan ‘Arsy-Nya dan sebanyak bilangan kalimat-Nya.         (3X)
 
51.   سُبْحَـانَ اللهِ عَدَدَ مَا خَلَقَ فِي السَّمَـاءِ، سُبْحَـانَ اللهِ عَدَدَ مَا خَلَـقَ فِي الأَرْضِ، سُبْحَـانَ اللهِ عَدَدَ مَا بَيْنَ ذَلِكَ، سُبْحَـانَ اللهِ عَدَدَ مَا هُوَ خَـالِقٌ. (ثلاثا)
51.       Maha suci Allah sebanyak bilangan ciptaan-Nya di langit, Maha suci Allah sebanyak bilangan ciptaan-Nya di bumi, Maha suci Allah sebanyak bilangan ciptaan-Nya di antara keduanya dan Maha suci Allah sebanyak bilangan ciptaan-Nya.     (3X)
Diriwayatkan daripada Sa’ad bin Abu Waqqash r.a. bahawasanya dia bersama Rasulullah s.a.w. mendatangi seorang perempuan sedang pada kedua tangan perempuan itu ada biji (kurma) atau kerikil dihitungnya dalam tasbihnya, maka bersabda Rasulullah s.a.w.: Mahukah engkau aku memberitahumu sesuatu yang lebih mudah atau lebih utama buatmu? Lalu beliau menyambung dengan membaca wirid yang disambung seperti diatas ini
.
52.   اَلْحَمْدُ للهِ عَدَدَ مَـا خَلَـقَ فِي السَّمَـاءِ، اَلْحَمْدُ للهِ عَدَدَ مَـا خَلَـقَ فِي الأَرْضِ، اَلْحَمْدُ للهِ عَدَدَ مَـا بَيْـنَ ذَلِكَ، اَلْحَمْدُ للهِ عَدَدَ مَـا هُوَ خَـالِقٌ. (ثلاثا)
52.       Segala puji bagi Allah sebanyak bilangan ciptaan-Nya di langit, segala puji bagi Allah sebanyak bilangan ciptaan-Nya di bumi, segala puji bagi Allah sebanyak bilangan ciptaan-Nya di antara keduanya dan segala puji bagi Allah sebanyak bilangan ciptaan-Nya. (3X)

53.   لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ عَدَدَ مَـا خَلَـقَ فِي السَّمَـاءِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ عَدَدَ مَـا خَلَـقَ فِي الأَرْضِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ عَدَدَ مَـا بَيْـنَ ذَلِـكَ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ عَدَدَ مَـا هُوَ خَـالِقٌ.        (ثلاثا)
53.       Tiada tuhan melainkan Allah, sebanyak bilangan ciptaan-Nya di langit, tiada tuhan melainkan Allah, sebanyak bilangan ciptaan-Nya di bumi, tiada tuhan melainkan Allah, sebanyak bilangan ciptaan-Nya di antara keduanya, dan tiada tuhan melainkan Allah, sebanyak bilangan ciptaan-Nya.  (3X)
 
 
 
54.   اللهُ أَكْبَرُ عَدَدَ مَـا خَلَـقَ فِي السَّمَـاءِ،  اللهُ أَكْبَرُ عَدَدَ مَـا خَلَـقَ فِي الأَرْضِ،  اللهُ أَكْبَرُ عَدَدَ مَـا بَيْـنَ ذَلِكَ،  اللهُ أَكْبَرُ عَدَدَ مَـا هُوَ خَـالِقٌ. (ثلاثا)
54.       Allah Maha Besar, sebanyak bilangan ciptaan-Nya di langit, Allah Maha Besar, sebanyak bilangan ciptaan-Nya di bumi, Allah Maha Besar, sebanyak bilangan ciptaan-Nya di antara keduanya, dan Allah Maha Besar, sebanyak bilangan ciptaan-Nya.       (3X)
Dari Al-Muwatta, diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Sesiapa yang membaca: “Tiada tuhan selain Allah, Yang Maha Esa, tiada sekutu baginya, kepunyaan-Nya lah kerajaan, dan hanya bagi-Nya segala puji dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu”  dalam sehari sebanyak seratus kali, nescaya dia mendapat pahala sebagaimana memerdekakan sepuluh orang hamba. Dia juga diampunkan seratus kejahatan, dibuat untuknya benteng sebagai pelindung dari syaitan pada hari tersebut hingga ke petang. Tidak diganjarkan kepada orang lain lebih baik daripadanya kecuali orang tersebut melakukan amalan lebih banyak daripadanya. Manakala mereka yang berkata: “Maha suci Allah dan segala puji hanya bagi Allah”, dalam sehari sebanyak seratus kali nescaya terhapuslah segala dosanya sekalipun dosanya itu banyak seperti buih di lautan .
(i)  Al-Habib Abibakar Sakaran didalam Hizbnya telah mengatakan bahawa pengucapan, “Ya Allah, limpahkanlah kurnia dan kesejahteraan atas penghulu kami Nabi Muhammad dan atas keluarga dan sahabat-sahabatnya sekalian” ialah sebagai pintu menuju kepada Allah; dan kunci ke pintu itu ialah ucapan, “Tiada tuhan melainkan Allah”; dan pertahanannya ialah ucapan, “Tiada kekuatan atau kuasa melainkan dengan izin Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung”
 
55.   لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ العَلِيِّ الْعَظِيْـمِ عَدَدَ مَـا خَلَقَ فِي السَّمَاءِ
        لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ العَلِيِّ الْعَظِيْـمِ عَدَدَ مَـا خَلَقَ فِي الأَرْضِ
        لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ العَلِيِّ الْعَظِيْـمِ عَدَدَ مَـا  بَيْـنَ  ذَلِـكَ
        لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ العَلِيِّ الْعَظِيْـمِ عَدَدَ مَا هُوَ خَالِقٌ.  (ثلاثا)
55.       Tiada kekuatan atau kuasa melainkan dengan izin Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung, sebanyak bilangan ciptaan-Nya di langit, tiada kekuatan atau kuasa melainkan dengan izin Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung, sebanyak bilangan ciptaan-Nya di bumi, tiada kekuatan atau kuasa melainkan dengan izin Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung, sebanyak bilangan ciptaan-Nya di antara keduanya, dan tiada kekuatan atau kuasa melainkan dengan izin Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung, sebanyak bilangan ciptaan-Nya.    (3X)
   
56.   اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الأُمِّي وَعَلَـى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمَ عَدَدَ مَا خَلَقَ فِي السَّمَاءِ،
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الأُمِّي وَعَلَـى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمَ عَدَدَ مَا خَلَقَ فِي الأَرْضِ،
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الأُمِّي وَعَلَـى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمَ عَدَدَ مَا بَيْـنَ  ذَلِـكَ،
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الأُمِّي وَعَلَـى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمَ عَدَدَ مَا هُوَ خَالِقٌ.     
56.       Ya Allah, limpahkanlah kurnia dan kesejahteraan atas penghulu kami Nabi Muhammad yang Ummiy (buta huruf) dan atas keluarga dan sahabat-sahabatnya sebanyak bilangan ciptaan-Nya di langit, Ya Allah, limpahkanlah kurnia dan kesejahteraan atas penghulu kami Nabi Muhammad yang Ummiy dan atas keluarga dan sahabat-sahabatnya sebanyak bilangan ciptaan-Nya di bumi, Ya Allah, limpahkanlah kurnia dan kesejahteraan atas penghulu kami Nabi Muhammad yang Ummiy dan atas keluarga dan sahabat-sahabatnya sebanyak bilangan ciptaan-Nya di antara keduanya, Ya Allah, limpahkanlah kurnia dan kesejahteraan atas penghulu kami Nabi Muhammad yang Ummiy dan atas keluarga dan sahabat-sahabatnya sebanyak bilangan ciptaan-Nya.
                               
57.   لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَـى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عَدَدَ كُلِّ ذَرَّةٍ أَلْفَ مَرَّةٍ.             (ثلاثا)
57.       Tiada tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, kepunyaan-Nya lah kerajaan, dan hanya bagi-Nya segala puji, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, sebanyak bilangan zarah yang dicipta-Nya seribu kali.   (3X)
 
58.   لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَـى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عَدَدَ ماَ هُوَ خَالِقٌ.      
58.       Tiada tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, kepunyaan-Nya lah Kerajaan, dan hanya bagi-Nya segala puji, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu yang telah diciptakan-Nya.
  
وَ فِي بَعْض النسخ زيادة  واختـلاف في هذه التسبيحـات الأخيرة، فمن شاء فليعمل بها. فكلها واردة.  اهـ.
وقد اختارها حفيد الْمؤلف الإمام علوي بن أَحْمد بن حسن الْحداد لأن الثابت في الأصل من هذه التسبيحات هو:
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ (مائة مرة)،   سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ (مائة مرة)
سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ للهِ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَ اللهُ، وَ اللهُ أَكْبَرُ.            (مائة مرة)
(وَيَزِيدُ صَبَاحًا) لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْـدَهُ لاَ شَرِيْـكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْـكُ وَلَهُ الْحَمْـدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. (مائة مرة)
فمن عمل بِها فهو الأكمل. اهـ
 
Nota:
Jika dibaca pada waktu petang gantikanlah perkataan-perkataan yang di garis bawah itu seperti berikut:
وَيَقُولُ فِي الْمَسَاء بَدَل    " أَصْبَحْتُ "   -  " أَمْسَيْتُ "
Di ayat 22, 23, 44 dan 45:  “Pagi” digantikan dengan “Petang”.
وَبَدَل                      " اَلْنُشُوْرِ "  -  " اَلْمَصِيْرِ "
Di ayat 45 “kebangkitan” digantikan dengan “kembali”.
وَبَدَل                      " الْيَوْمِ "    -  " اللَّيْلِ "
Dan di dalam ayat 46 dan 47:  “hari” digantikan dengan “malam”.

 
إنتهى الورد اللطيف