Warta
PMII: Penggembokan Panti Asuhan
Ahmadiyah Tak Bisa Dibenarkan
01/01/2011 Jakarta,
NU Online Tindakan
Kejaksaan Negeri Tasikmalaya dan kepolisian yang menggembok panti asuhan
Khasanah Kautsar terus mendapat sorotan. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII) misalnya, kemarin menyatakan keprihatinannya dan mendesak agar
pemerintah setempat segera membuka segel panti asuhan binaan jemaat Ahmadiyah
itu. Mereka menilai, penggembokan tempat belajar atas alasan apapun tidak bisa
dibenarkan.
“Ini hak
belajar anak-anak panti asuhan kok diisolasi. Penggembokan ini efeknya besar
terhadap perkembangan belajar anak-anak. Mereka pastinya hidup dalam
ketakutan,” kata Wasekjen PB PMII Mukhlis Hasyim di Sekretariat Jl Salemba
Tengah No 57, Jakarta Pusat, (29/12).
Menurut aktivis asal Nusa Tenggara Barat ini, yang semestinya diperhatikan oleh pemerintah daerah Tasikmalaya bukan soal kisruh mengenai Ahmadiyah-nya saja, lebih dari itu yang lebih menjadi tanggung jawab mereka adalahmengenai keberlangsungan belajar-mengajar puluhan anak di Panti asuhan itu.
Menurut aktivis asal Nusa Tenggara Barat ini, yang semestinya diperhatikan oleh pemerintah daerah Tasikmalaya bukan soal kisruh mengenai Ahmadiyah-nya saja, lebih dari itu yang lebih menjadi tanggung jawab mereka adalahmengenai keberlangsungan belajar-mengajar puluhan anak di Panti asuhan itu.
Senada, Ketua
PB PMII Muhammad Khusen Yusuf menegaskan, kewajiban pemerintah adalah
melindungi segenap hajat hidup rakyatnya, bukan malah menjadi agen utama yang
mempertentangkan antara minoritas-mayoritas. Soal polemik mengenai keberadaan
Ahmadiyah menurutnya sudah ada ketentuan bersama yang bisa menjadi rujukan.
“Kan sudah ada
SKB Menteri. Itu yang harus ditegakkan tanpa mengedepankan kekerasan. Ini kok
malah bikin aksi penggembokan paksa, kayak preman aja,” paparnya.
Khusen
berpendapat, aksi-aksi sepihak seperti ini secara jangka panjang hanya akan
berdampak buruk bagi persatuan bangsa. Karena kekerasan yang ditunjukkan oleh
institusi kejaksaan dan kepolisian sebagai representasi resmi aparatur negara
juga berpotensi menimbulkan trauma mendalam bagi anak-anak yang langsung atau
tidak langsung terlibat dalam konflik beraroma keyakinan tersebut.