Problematika Ibu Muslimah di era modern dan globalisasi
Ditulis pada
oleh Amanda Setiorini W.
Di era modern dan globalisasi ini, wanita (ibu) muslim dituntut
tampil sebagai “Manusia Super” yang mampu menempatkan dirinya untuk
tampil tetap cantik dan menarik, cerdas, energik, modern (up to date), namun tetap dalam kodratnya sebagai seorang ibu muslimah.
Ibu adalah sosok yang mulia. Ada sebuah ungkapan yang menggambarkan kemuliaan tersebut, yaitu “Surga berada ditelapak kaki ibu”. Jika ungkapan tersebut disimak, kita sebagai perempuan akan merasa sangat bangga karena perempuan mampu menjadi seorang ibu. Tapi, apakah kenyataan semudah dan seindah ucapan? Apalagi di era modern dan globalisasi ini, dimana perempuan dituntut untuk tampil modern, berpendidikan, mandiri, memesona, namun tidak meninggalkan kodratnya sebagai seorang ibu yang memiliki tugas untuk mengandung, melahirkan, merawat, dan mendidik anak-anaknya. Di samping itu, ada tugas lain yang harus diemban seorang perempuan, yaitu sebagai seorang istri dari suaminya, sebagai seorang anak dari keluarga besarnya, dan sebagai bagian dari masyarakat di lingkungannya.
Allah SWT dan Rasul-Nya menempatkan seorang ibu pada kedudukan tinggi dan mulia. Hukuman yang diberikan untuk seorang anak yang durhaka pada kedua orangtuanya adalah sama dengan hukuman bagi orang yang menyekutukan Allah SWT. Mereka yang berbuat demikian tidak akan diampuni dosanya oleh Allah SWT. Rasulullah Saw bersabda, “Rido Allah tergantung dari rido kedua orang tua dan murka Allah tergantung dari murka orang tua.” Namun pada sabda lainnya, “Penghuni neraka kebanyakan terdiri dari kaum perempuan”. Dua sisi (kedudukan/tempat) tersebut adalah dua sisi yang bertolak belakang. Sebuah dilema yang harus dihadapi kaum perempuan sebagai ibu, dari dahulu hingga era modern dan globalisasi saat ini.
Perempuan sebagai makhluk sosial, memiliki keinginan menunjukan eksistesinya. Propaganda atau promosi mengenai emansipasi wanita begitu gencar dikumandangkan dipenjuru dunia. Begitu juga dengan pola hidup modern yang berkiblat ke barat. Dalam hal ini, seharusnya perempuan muslim di Indonesia mampu memahami bahwa gaya dan pola hidup yang berkiblat kebarat sangat bertentangan dengan budaya Indonesia dan syariat Islam. Tapi yang terjadi di negeri ini, kaum perempuan harus memenuhi keinginan kaum laki-laki yang umumnya menginginkan pendamping hidup seorang perempuan yang modern: berpendidikan dan berkarier, memesona dan mandiri. Kriteria tersebut sulit disatukan dengan kodrat perempuan muslim pada dasarnya.
Coba kita lihat dan perhatikan! Apakah kaum perempuan muslim di Indonesia telah dipersiapkan untuk menghadapi era modern dan globalisasi? Apakah sarana dan prasarana untuk ibu muslimah telah disediakan? Dan yang paling penting, apakah kaum pria mau dan mampu menerima kaum perempuan muslim sesuai kodratnya?
Kaum Perempuan di negeri kita masih termarginalkan oleh kaum lelaki. Padahal perempuan adalah bagian dari mereka (sebagai seorang ibu, saudara, anak). Tradisi patrilinea sering diartikan secara sedikit dan sempit. Padahal kalau kita perhatikan, tradisi patrilinea (menarik garis keturunan dan waris dari ayah atau kaum lelaki) adalah untuk menjelaskan bahwa segala tanggung jawab keluarga berada dipundak kaum lelaki, baik kehidupan didunia maupun diakhirat. Namun, karena tradisi patrilinea telah disalahartikan, tidak sedikit kaum lelaki bersikap dan bertindak semaunya. Ada kasus kaum pria mengingkan istri yang modern dan mandiri hingga suami tidak banyak ikut terlibat dalam urusan keluarga. Namun ada juga kaum pria yang justru menginginkan kondisi anak dan istrinya untuk hidup bersahaja, dengan gamis dan jilbab lusuh tanpa make-up, sementara suaminya justru bersenang-senang dengan wanita modern di luar rumah.
Kalau keadaan seperti ini mana keadilan bagi ibu muslimah…..? Dimana gerangan para umarah dan ‘ulama….?
Pemerintah dan cendekiawan muslim selama ini sibuk memikirkan dan mengurus persaingan fisik material dan politik. Mereka sibuk membanggakan diri dan kelompoknya secara kuantitas, tapi tidak secara kualitas. Kaum perempuan muslim dibiarkan sendirian dengan segala problematikanya diera modern dan globalisasi.
Semoga dengan tulisan ini, para pembaca, khususnya kaum peremuan muslim mampu berperilaku modern, tetapi tetap dalam kodratnya sebagai perempuan muslim yang sejati.
Selain itu, mari kita sama-sama berdoa semoga Allah SWT memaafkan segala kekurangan dan kekhilafan perempuan muslim karena keterbatasannya, dan semoga Allah SWT mengampuni segala dosa-dosa yang dilakukan ibu muslimah karena ketidaktahuannya. Amiin.
Ditulis oleh Rogayah Alatas.
Ibu adalah sosok yang mulia. Ada sebuah ungkapan yang menggambarkan kemuliaan tersebut, yaitu “Surga berada ditelapak kaki ibu”. Jika ungkapan tersebut disimak, kita sebagai perempuan akan merasa sangat bangga karena perempuan mampu menjadi seorang ibu. Tapi, apakah kenyataan semudah dan seindah ucapan? Apalagi di era modern dan globalisasi ini, dimana perempuan dituntut untuk tampil modern, berpendidikan, mandiri, memesona, namun tidak meninggalkan kodratnya sebagai seorang ibu yang memiliki tugas untuk mengandung, melahirkan, merawat, dan mendidik anak-anaknya. Di samping itu, ada tugas lain yang harus diemban seorang perempuan, yaitu sebagai seorang istri dari suaminya, sebagai seorang anak dari keluarga besarnya, dan sebagai bagian dari masyarakat di lingkungannya.
Allah SWT dan Rasul-Nya menempatkan seorang ibu pada kedudukan tinggi dan mulia. Hukuman yang diberikan untuk seorang anak yang durhaka pada kedua orangtuanya adalah sama dengan hukuman bagi orang yang menyekutukan Allah SWT. Mereka yang berbuat demikian tidak akan diampuni dosanya oleh Allah SWT. Rasulullah Saw bersabda, “Rido Allah tergantung dari rido kedua orang tua dan murka Allah tergantung dari murka orang tua.” Namun pada sabda lainnya, “Penghuni neraka kebanyakan terdiri dari kaum perempuan”. Dua sisi (kedudukan/tempat) tersebut adalah dua sisi yang bertolak belakang. Sebuah dilema yang harus dihadapi kaum perempuan sebagai ibu, dari dahulu hingga era modern dan globalisasi saat ini.
Perempuan sebagai makhluk sosial, memiliki keinginan menunjukan eksistesinya. Propaganda atau promosi mengenai emansipasi wanita begitu gencar dikumandangkan dipenjuru dunia. Begitu juga dengan pola hidup modern yang berkiblat ke barat. Dalam hal ini, seharusnya perempuan muslim di Indonesia mampu memahami bahwa gaya dan pola hidup yang berkiblat kebarat sangat bertentangan dengan budaya Indonesia dan syariat Islam. Tapi yang terjadi di negeri ini, kaum perempuan harus memenuhi keinginan kaum laki-laki yang umumnya menginginkan pendamping hidup seorang perempuan yang modern: berpendidikan dan berkarier, memesona dan mandiri. Kriteria tersebut sulit disatukan dengan kodrat perempuan muslim pada dasarnya.
Coba kita lihat dan perhatikan! Apakah kaum perempuan muslim di Indonesia telah dipersiapkan untuk menghadapi era modern dan globalisasi? Apakah sarana dan prasarana untuk ibu muslimah telah disediakan? Dan yang paling penting, apakah kaum pria mau dan mampu menerima kaum perempuan muslim sesuai kodratnya?
Kaum Perempuan di negeri kita masih termarginalkan oleh kaum lelaki. Padahal perempuan adalah bagian dari mereka (sebagai seorang ibu, saudara, anak). Tradisi patrilinea sering diartikan secara sedikit dan sempit. Padahal kalau kita perhatikan, tradisi patrilinea (menarik garis keturunan dan waris dari ayah atau kaum lelaki) adalah untuk menjelaskan bahwa segala tanggung jawab keluarga berada dipundak kaum lelaki, baik kehidupan didunia maupun diakhirat. Namun, karena tradisi patrilinea telah disalahartikan, tidak sedikit kaum lelaki bersikap dan bertindak semaunya. Ada kasus kaum pria mengingkan istri yang modern dan mandiri hingga suami tidak banyak ikut terlibat dalam urusan keluarga. Namun ada juga kaum pria yang justru menginginkan kondisi anak dan istrinya untuk hidup bersahaja, dengan gamis dan jilbab lusuh tanpa make-up, sementara suaminya justru bersenang-senang dengan wanita modern di luar rumah.
Kalau keadaan seperti ini mana keadilan bagi ibu muslimah…..? Dimana gerangan para umarah dan ‘ulama….?
Pemerintah dan cendekiawan muslim selama ini sibuk memikirkan dan mengurus persaingan fisik material dan politik. Mereka sibuk membanggakan diri dan kelompoknya secara kuantitas, tapi tidak secara kualitas. Kaum perempuan muslim dibiarkan sendirian dengan segala problematikanya diera modern dan globalisasi.
Semoga dengan tulisan ini, para pembaca, khususnya kaum peremuan muslim mampu berperilaku modern, tetapi tetap dalam kodratnya sebagai perempuan muslim yang sejati.
Selain itu, mari kita sama-sama berdoa semoga Allah SWT memaafkan segala kekurangan dan kekhilafan perempuan muslim karena keterbatasannya, dan semoga Allah SWT mengampuni segala dosa-dosa yang dilakukan ibu muslimah karena ketidaktahuannya. Amiin.
Ditulis oleh Rogayah Alatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar