Jumat, 24 Februari 2012

Menguak Ajaran Kehidupan Serat Niti Sruti

Menguak Ajaran Kehidupan Serat Niti Sruti

Cara Tenteramkan Hati Rakyat

Memahami ilmu pertahanan dan keamanan akan mendatangkan ketenteraman negara. Syaratnya, pemimpin harus bisa mencipta ketenteraman hati rakyat sehingga negeri kuat dan aman. Lalu bagaimana caranya?

seratAJARAN ketiga bagi para raja Jawa yang diberikan Pangeran Karanggayam adalah ajaran meraih ketenteraman dengan ilmu pertahanan dan keamanan. Ajaran utamanya bertumpu pada pengendalian nafsu seorang pemimpin. Semuanya itu dijabarkan. Yeku tetep wong murka sawukir, yen sira mangkono iya mangsa den andela maneh, babasane sapa ta kang bangkit, amereki kori. Myang warangsasa anggung.

Artinya, jaka orang semacam itu adalah orang yang serakah segunung. Bila mungkin demikian tak mungkin akan dipercaya lagi. Pribahasanya, siapakah yang mau mendekati pintu yang telah dimakan rayap. Gambarannya, Pangeran Karanggayam soal sosok yang tak bisa mengendalikan nafsunya, serakah. Orang demikian sangat rentan membuat Negara goyah. Ketentraman tak terjaga, pertahanan dan keamanan negara sangat rapuh seperti pintu yang digerogoti rayap.

Untuk itulah ada beberapa nasehat penting bagi para pembesar negara. Pertama, perlu olah budi dan pekerti dalam mengeluarkan sesuatu yang masuk rahasia dalam hal ini rahasia negara. Diutamakan untuk selalu waspada, hati tetap awas dan tajam perasaannya. Mengetahui segala sesuatu yang rumit, dapatlah menyimpan yang harus dirahasikan supaya aman. (Ulah budi udaling lelungit, sira den waspaos. Kudu awas waskitha ing tyase, wruh samuning panuksma kang remit, namarma rasandi, saduning ri pudur)

Cara yang tepat dalam mengolah budi dan pekerti tak ada lain sebaik tapa dan mematikan raga. Kurang guling ing nalikeng ratri, den mindeng semadi, sinahua lampus. (Kurangi tidur di waktu malam, sering bersemadi memusatkan pikiran, jiwa, dan raga, serta ‘belajar mati’, artinya menyiapkan diri sewaktu-waktu akan meninggal).

Nasehat kedua, keutamaan seorang pemimpin untuk pertahanan dan keamanan adalah tahu cara menggunakan serta menerapkan peralatan apa saja. Di masa kini, tentunya peralatan itu tak hanya senjata tentunya, bisa juga teknologi. Selain kemampuan menggunakan peralatan itu, ada yang lebih penting lagi yakni kemampuan menerima isyarat sang Raja, si pemimpin utama sebagai nasehat ketiga. Jangan sampai sesat pemikiran, meski sudah dikatakan pandai berbagai ilmu pengetahuan.

Pangeran Karanggayam menyebutkan bahwa mengetahu isyarat raja bagaikan bertapa memikirkan semadi usahakan sampai tahu hakikat Yang Maha Agung. “Lir manekung ameku samadi, den kongsi udani, Dating Hyang Mahaagung. Kongsi prapteng wekasane keksi, karsaning Hyang Manon, pindha carma ingkukir bineber, munggwing kelir den kongsi udani, sasolahing ringgit, aywa sah dinulu” (maka itu rajinlah mesu budi, bersemedi, hingga dapat mengetahui Hakekat Yang Maha Agung. Sampai tiba saat dapat melihat kehendak Yang Kuasa, kelihatan seperti gambar terukir dan dibeberkan di kelir, sampai mengetahui solah gerak wayang tanpa melihatnya)

Nasehat keempat, janganlah meninggalkan kerajinan dan ketekunan agar semuanya berakhir baik. Selain itu, jangan gampang terpikat kepada yang menyenangkan hati, selalulah awas. Seperti orang baik yang bersembunyi, meskipun tidak kelihatan tetapi selalu memancarkan bau harum.



Jadi Teladan
Mengenai sikap ikut serta dalam perjuangan negara, jika tiba-tiba ketahuan kesalahannya, janganlah lantas menjadi bingung. Itulah ajaran kelima. Menyoal pengendalian diri ketika terpojok. Ketika ketahuan kesalahan, janganlah menjadi bingung tak melihat mana lagi yang baik, tak mengetahui lagi makna kata-kata penting, melainkan tetap mengerti kilatan mata dan memahami sinambungnya kata-kata.

“De kang dadi kuciwaning abdi, bilih tuna budi, bodho buteng pengung’ (Seperti halnya abdi, maka yang menjadi kekurangan maupun kesalahan bagi seorang abdi, jika kurang baik budinya, ia akan menjadi bodoh, lekas marah, dan dungu). Pembesar negara seperti ini, di depan raja akan terus-menerus bengong karena hatinya sangat sesat dan lupa.

Ajaran keenam dari Pangeran Karanggayam adalah kemampuan seorang pemimpin untuk menjaga kerukunan dengan rekan-rekannya. Hal itu sangat penting bagi pertahanan dan keamanan agar tidak muncul masalah dari dalam. “Ing tyas den miratos, ngilangena sakserik ing ngakeh. Ngayemana manahing sasami, sasamining ngabdi. Priyen raket rukun. Prihen raket rukun (Di dalam hati siap sedia untuk menghilangkan rasa sakit hati dam ketakpuasan banyak orang, dapat menenangkan dan menenteramkan hati kawan, supaya dapat dekat, rukun dalam pergaulan).

Selain itu, dinasehatkan juga untuk selalu menghilangkan keinginan yang serakah dan wajah agar selalu ramah. Dalam pergaulan agar selalu tenang dan selalu memperhatikan segala pesan. Jangan sampai melupakan yang dilarang maupun yang harus diingat dalam ajaran yang luhur.

Dengan demikian, selalu berusahalah untuk mendapatkan kemampuan yang agung, agar dapat menjadi teladan bagi semua orang. Inilah ajaran ketujuh. Teladan ini tak hanya bagi orang senegara, tapi juga orang asing. Hal ini memunculkan karisma seseorang, membuat negara disegani oleh seluruh penjuru dunia.

Orang-orang asing pun akan belajar ajaran luhur itu. “Pra linangkung muwah among tani, ingkang andhap asor, ingesoran sasolah bawane, anor raga dening anuruti saosiking janmi, lawan wacana rum.” (Orang-orang besar maupun para petani yang sifatnya merendah diri, semuanya terungguli dalam segala tingkah lakunya. Teruslah melatih jiwa dan raga dengan mengikuti dan meneliti salah tingkah manusia, disertai tutur kata yang manis)

Nasihat kedelapan adalah nasihat untuk menjadi manusia yang memiliki hati seluas samudra. Mereka yang demikian adalah mereka yang kaya rasa maafnya, selalu ramah, akhirnya kesemuanya itu tak lain hanya menentramkan hati sesame manusia, sesame makluk Tuhan. Dengan sikap demikian, maka seorang pemimpin akan menjadi sumber segala tata krama, telah sewajarnya kalau dicari, didengarkan, dan ditiru sebagai teladan.

Nasihat ini adalah nasihat terakhir Pangeran Karanggayam yang selalu mengutamakan tata krama dalam semua nasihatnya. “Solah tingkah karem tyas tan yukti, satemah salah ton, tilar tatakramane rinemeh, yen mangkana wekasaning wuri, tan wun sira keni, kinembong ambek dur.”

(Solah tingkah senang akan hal yang kurang baik itu akhirnya akan kelihatan juga, sebab tata krama lalu direndahkan. Jika demikian akhirnya kemudian manusia akan penuh dengan watak yang jahat). Ini adalah pitutur pamungkas Pangeran Karanggayam, mengingatkan agar seseotrang itu mau berlomba-lomba mengejar kebajikan. (bersambung). dikutip dari tabloid posmo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar