Selasa, 13 Juli 2010

Mempertanyakan Pelayanan PUBLIK ?

by Khoirul Anam

Bagaimana pelayanan yang ideal? sebuah pertanyaan yang belum ketemu jawabanya dan bahkan sudah menjadi rahasia umum kalau pelayanan masyarakat oleh instansi atau aparat pemerintahan umumnya berjalan lamban dan kadang tidak efesien. Slogan sinis dan getir yang terdengar ditelinga, “kalau masih bisa diperlambat, mengapa harus dipercepat”.oh walah...walah koh gitu ya.lah dimana profesionalmu ....sehingga kesan yang muncul birokrasi menjadi kehilangan makna yang sesungguhnya sebagaimana pertama kali digagas oleh Max Weber : “Alasan yang jelas bagi kemajuan organisasi yang birokratis selalu berupa keunggulan teknisnya atas bentuk organisasi lain manapun. Ketepatan, kecepatan, kejelasan, pengurangan friksi dan biaya material maupun personal - semua ini ditingkatkan sampai titik optimal dalam pemerintahan yang sangat birokratis.” Kenyataannya? Sama sekali berbeda. Jauh panggang dari api. Teori dan praktek seperti langit dan bumi.

Munculnya gagasan tentang reinventing government yang ditulis oleh David Osborne dan Ted Gaebler adalah sebuah tesis sederhana : “Bentuk pemerintahan yang berkembang selama era industri, dengan birokrasi yang lamban dan terpusat, pemenuhan terhadap ketentuan dan peraturan, serta rantai hierarki komando, tidak lagi berjalan dengan baik.”

Yang ditampar bukanlah birokratnya atau caci maki terhadap aparatur pemerintahan yakni Pegawai Negeri Sipil, melainkan pada birokrasinya, sistem yang kolot yang menghalangi kreativitas dan energi para PNS. Ya, sistemnya, bukan orangnya, sebab betapapun buruknya kinerja sebagian dari mereka, sebagian lainnya masih ada yang berbakat, berdedikasi dan bertanggung jawab. Tapi lingkungan yang buruk kadang mematikan orang-orang yang berbakat ini. Semangat dan idealisme yang membara terkadang membentur tembok penghalang, yakni lingkungan di mana mereka bekerja.

Melihat keprihatinan ini, dikembangkanlah sebuah gagasan yang dinamakan reinventing government. So, What is Reinventing Government?

Mari kita cari sebuah jawaban atas sebuah pertanyaan mengapa pelayanan yang diberikan pihak swasta umunya jauh lebih baik dari pada pelayanan yang diberikan oleh pihak pemerintah?. Saat mendengar pertanyaan itu terbayanglah dalam benak kita sebuah perbandingan antara sekolah negeri yang buruk dengan sekolah swasta yang bagus. [Kalaupun ada sekolah negeri favorit, itu lebih karena raw inputnya saja yang bagus, bukan karena sistem di dalamnya]. Mungkin juga terbayang sebuah perbandingan antara pelayanan Rumah Sakit negeri yang jelek dengan pelayanan Rumah sakit swasta yang bagus. Mungkin juga terbayang sebuah perbandingan antara betapa lamanya membuat KTP di kantor kecamatan dengan mengambil uang tabungan di sebuah bank swasta yang bonafid.

Pertanyaan berikutnya adalah bisakah kita mengubah kenyataan ini, yakni menjadikan sebuah institusi labelnya negeri tapi kinerjanya swasta?. Mungkinkah kita melakukannya? Bagaimana caranya?.

Reinventing Government adalah sebuah gagasan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.

Pertama kali kita harus bisa menemukan perbedaan mendasar antara organisasi bisnis dengan organisasi pemerintah. Kedua, kita harus bisa mengintroduksikan budaya bisnis ke dalam organisasi pemerintahan.





Perbedaan Mendasar Itu



Pertama, bisnis didasari oleh semangat entrepreneurship, pemerintahan tidak. Tetapi bagaimana caranya agar kita bisa menerapkan semangat entrepreneurship ke dalam organisasi pemerintahan? Seperti apa karakteristik entrepreunership itu?.

Orang selalu menganggap entrepreuneur adalah seorang pengambil resiko (risk taker), tetapi dari hasil beberapa kajian yang lebih teliti, entrepreuner lebih tepat untuk dikatakan sebagai pengambil peluang. Peter Drucker, seorang pakar manajemen mengungkapkan hal berikut :



“Orang-orang sukses yang saya kenal semuanya mempunyai hal sama – yakni : mereka bukan ‘penanggung resiko’. Mereka mencoba mendefinisikan resiko yang harus mereka ambil dan meminimalkan sebanyak mungkin. Jika tidak, tak seorangpun di antara kita akan berhasil. Kalau saya sendiri, jika ingin menjadi penanggung resiko, saya akan menjadi pelukis professional seperti keinginan ibu saya. Hal ini sesuai dengan pengalaman saya sendiri. Para inovator yang saya kenal berhasil mendefinisikan resiko dan membatasinya. Mereka berhasil sampai tingkat di mana mereka dapat secara sistemstis menganalisis berbagai peluang inovasi, kemudian menunjukan dengan tepat peluang tersebut dan mengeksploitasinya. Setiap orang sebenarnya bisa menjadi seorang entrepreuneur asalkan organisasinya disusun untuk mendorong entrepreneurship. Sebaliknya setiap entrepreneur akan berubah menjadi birokrat andai organisasinya disusun untuk mendorong periklaku birokratis”.

Kedua, bisnis didasari oleh profit motif oriented (keuntungan setinggi-tingginya), sedangkan pemerintah oleh motif politik. Pemerintahan bergerak lamban karena bersifat terbuka terhadap publik. Pengambilan keputusan tidak bisa dilakukan dengan cepat dan segera seperti perusahaan bisnis. Gerak perusahaan didorong oleh kompetisi sedangkan pemerintah menggunakan monopoli.

Ketiga, drive (dorongan) dalam dunia bisnis adalah kompetisi. Di organisasi pemerintahan tidak ada.

Keempat, perusahaan bisnis digerakan oleh misi, sedangkan pemerintahan oleh peraturan.

Kelima, bisnis menyerahkan hasil dan layanan pada mekanisme pasar, organisasi pemerintahan memberikan layanan dengan cara monopoli.

Kesimpulannya, sampai kapan pun tidak akan pernah bisa sama 100% organisasi pemerintah dapat dijalankan seperti organisasi bisnis. Yang memungkinkan untuk diambil dan diterapkan dari organisasi bisnis ke dalam organisasi pemerintahan adalah prinsip-prinsip dasarnya, yaitu :

1. Organisasi bisnis mencurahkan segenap energinya untuk memperoleh uang.

2. Organisasi bisnis berorientasi pada kepuasan pelanggan.

3. Organisasi bisnis berorientasi pada hasil.

4. Organisasi bisnis bergerak lebih dinamis karena adanya kompetisi.

5. Organisasi bisnis menyerahkan keberlangsungan perusahaan pada mekanisme pasar.

6. Organisasi bisnis digerakan oleh tujuannya, yakni oleh misi mereka.

7. Organisasi bisnis berusaha mencegah masalah sebelum masalah itu muncul.

8. Organsisasi bisnis memberi wewenang dan partisipasi para anggotanya untuk memajukan perusahaan.

9. Organisasi bisnis melakukan desentralisasi wewenang dengan menjalankan manajemen partisipasi.

10. Organsisasi bisnis bersikap responsif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar