Minggu, 04 Maret 2012

MUI Jatim Belum Sikapi Pelabelan Produk Halal & Jujur dari PBNU

DetikSurabaya .Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur belum berani menyikapi usulan produk makanan dan jasa di Indonesia mendapatkan label Halal dan Jujur dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Alasannya, MUI belum berkomunikasi dan berkoordinasi yang diputuskan dalam Piagam Surabaya oleh Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) melalui Rembug Saudagar NU di sela acara Expo NU yang digelar di Grand City Surabaya.

"Saya kira belum ada pembicaraan lebih lanjut maksudnya apa," kata Ketua MUI Jatim KH Abdussomad Bukhori saat dihubungi detiksurabaya.com, Senin (30/1/2012).

KH Abdussomad menerangkan, MUI tidak mengenal pelabelan. Katanya, label Halal yang mengeluarkan pemerintah, sedangkan peranan MUI mengeluarkan sertifikasi halalnya.

"Biasanya pemerintah membuat labellisasi karena ada sertifikasi halal dari MUI. Urutannya, sertifikasi dulu, baru label halalnya dari pemerintah," katanya.

Ia menuturkan, MUI mempunyai lembaga pengkajian pangan dan obat-obatan, termasuk kosmetika. Untuk Jawa Timur, didukung tim yang diketuai oleh dokter dari Universitas Airlangga (Unair) dengan anggotanya dari Unair, ITS, Unibraw, serta para ahli seperti ahli pangan, ahli kimia. Tim tersebut, mengadakan observasi meneliti suatu produk dilihat dipelajari betul ketika di laboratorium.

"Artinya dengan pendekatan keilmuan lah. Kalau nanti sudah diketahui, baru sidang syariah dari ahli fiqih. Setelah itu, auditor melihat mengetahui bagaimana suatu produk," terangnya.

Label Halal yang dikeluarkan pemerintah dan sertifikatnya dari MUI, berlaku 2 tahun. Setelah masa berlakunya habis, bisa mengajukan lagi untuk mendapatkan label Halal.

"Artinya, apakah ada perubahan nggak bahan-bahan yang dipakai. Kalau sudah oke, tanda tangan dari Ketua LP POM, Komisi Fatwa MUI, terakhir dewan pimpinan saya selaku ketua umum yang menandatanganinya," katanya.

Produk di Jatim yang mengajukan label halal ada sekitar 2.000 produk. Jumlah tersebut, ada yang pengajuan baru dan ada juga yang perpanjangan. Ketika ditanya lebih lanjut, apakah pelabelan Halal dari NU tidak berbenturan dengan MUI, KH Abdussomad mengaku tidak tahu.

"Saya belum tahu. Selama ini LP POM berdiri lebih 20 tahun dan banyak tenaga ahli. Terserah siapa saja punya tenaga ahli," ujarnya.

Ia menegaskan kembali, pelabelan Halal adalah kewenangan pemerintah, sedangkan MUI hanya mitra kerja dari pemerintah. Jika produk lokal, yang menanganinya MUI tingkat daerah, sedangkan produk dari luar negeri tentunya ditangani MUI pusat.

"Terserah, saya tidak tahu bagaimana mekanisme. Memang makanan harus jelas haram tidaknya. Karena, diantara yang jelas ada yang serupa, sehingga perlu diteliti. Misalnya roti di toko kan halal. Setelah diteliti ada enzim babi, kecampuran barang haram dan najis, maka menjadi haram," jelasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar