Rabu, 05 Juni 2013

Filantropi: “Kedok Kesalehan Kapitalisme”

Provokatif?
Hanya sekedar mengingatkan diri sendiri betapa kita sering terjebak dalam arus nafsu yang kemudian demi membenarkannya dibungkus dengan beragam alasan yang dicari-cari pembenarannya.
Tidak ada satupun agama dan ideologi di belahan dunia ini yang melarang pengikutnya untuk hidup sejahtera.
Bahkan bagi setiap Muslim dituntut untuk meraih kesejahteraan di dunia dan di akhirat kelak. Sehingga hal tersebut dijadikan doa yang sangat dianjurkan oleh Alloh SWT untuk banyak-banyak dimohonkan kepada-Nya.
Sayangnya konsep kesejahteraan kemudian menjadi bergeser ke posisi penumpukan kekayaan materi duniawi di tangan satu atau sekelompok orang. Kemudian dengan dalih demi kesejahteraan, kekayaan yang ditumpuk tersebut kemudian “diteteskan” ke bawah alias masyarakat yang sebenarnya sudah diperalat demi mewujudkan tujuan-tujuan penumpukan kekayaan tersebut.
Sehingga kemudian yang terjadi adalah konsep filantropi yang lebih mengedepankan aspek bantuan materi dibandingkan menciptakan kesejahteraan bersama.
Atau dengan kata lain, memberi sedikit demi mendapatkan yang lebih banyak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Para filantropis biasanya merasa sudah melunasi kewajiban mereka kepada masyarakat dengan menyisihkan sebagian kecil dari kekayaan mereka.
Bagi mereka keberlangsungan perputaran uang yang harus beranak-pinak adalah hal terpenting yang harus tercapai. Toh nanti masyarakat pada akhirnya akan diberi jatah “tetesan” dari “gelontoran” uang yang mereka dapatkan.
Pada akhirnya, konsep bahwa hidup harus dicukupi dan diperjuangkan demi kesejahteraan bersama menjadi berubah kepada kalau bisa lebih mengapa tidak dilebih-lebihkan?
Ah.. semoga saja hal ini bukan karena sekarang saya tidak sedang diberi cobaan menjadi orang kaya oleh Alloh SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar