Sabtu, 13 Maret 2010

Moh Mahfud MD


Mahfud MD: Susahnya Merumuskan Masyarakat Hukum Adat
Ketua MK Moh Mahfud MD (kiri) dan Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva menyempatkan berkunjung ke museum di sela-sela kunjungannya ke Mataram dan Bima, Nusa Tenggara Barat, Jumat (26/2). (Humas MK/Kencana Suluh Hikmah)

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi telah mencantumkan tiga pasal tentang eksistensi masyarakat hukum adat di Indonesia. Ini menunjukkan bahwa negara wajib, secara konstitusional, mengakui dan melindungi masyarakat hukum adat, Namun, kenihilan Undang-Undang khusus yang mengatur tentang perlindungan masyarakat hukum adat telah menjadi masalah. Demikian disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh. Mahfud MD dalam seminar Hukum dan Hukum Adat di dalam Sistem Ketatanegaraan RI yang digelar, Jumat (26/2), di Aula Kantor DPRD Bima, Nusa Tenggara Barat.

"Banyak masyarakat adat berperkara ke MK, dan MK merasa harus memberi perlindungan itu. Akan tetapi, sekarang ini belum ada Undang-Undang Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Sehingga di tingkat negara, mencari ukuran tentang hukum adat dan masyarakat hukum adat itu susah. Terlebih, setiap daerah memiliki ukuran yang berbeda-beda," ujar Mahfud.

Menurutnya, MK pernah mencoba membuat rumusan tentang masyarakat hukum adat, yakni memiliki harta pusaka milik bersama, khalayak, pimpinan, dan ada organisasinya. "Namun ketika sampai kata pimpinan, rumusan ini menemui kesulitan karena di beberapa masyarakat adat terjadi peristiwa saling mengklaim tentang siapa yang menjadi pemimpin adat," kisah Mahfud.

Selain itu, dalam seminar ini, Mahfud juga menerangkan bahwa terlalu banyaknya hukum adat yang berlaku di Indonesia telah menjadi kendala unifikasi hukum adat menjadi hukum nasional, "karena terlalu banyak lingkungan hukum adat, maka untuk mengangkat hukum adat sebagai undang-undang tidaklah mudah. Oleh karena itu, hingga saat ini kita masih memakai hukum yang berasal dari hukum Belanda," papar Guru Besar Politik Hukum ini.

Senada dengan Mahfud, dalam kesempatan yang sama Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva menilai pluralisme hukum adat di Indonesia memang merupakan kendala untuk melakukan positivisasi hukum adat menjadi Kitab Undang-Undang Hukum nasional.

"Memang hukum yang baik adalah hukum yang berkembang dari hati nurani masyarakat. Namun terdapat banyak sekali aspek yang belum disepakati oleh masyarakat hukum adat yang sangat plural di negeri ini. Akan tetapi, para ahli hukum di negara kita telah mengupayakan terciptanya Kitab Undang-Undang Hukum Nasional. Karena itu, supaya hukum adat bisa menjadi hukum positif di Indonesia, harus kita perjuangkan supaya nilai-nilainya masuk menjadi sumber materiil hukum di Indonesia," terang Hamdan memberi solusi.

Selain seminar, kunjungan Mahfud MD dan Hamdan Zoelva ke Bima ini juga dilaksanakan dalam rangka memenuhi undangan pihak Kerajaan Bima untuk menghadiri upacara adat Dzikir Maulid dan upacara Hanta U’a Pua yang menjadi seremoni rutin masyarakat adat Bima dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dan momen awal mula diresmikannya hukum adat Bima. (Kencana Suluh Hikmah)
Mahfud MD: Susahnya Merumuskan Masyarakat Hukum Adat
Ketua MK Moh Mahfud MD (kiri) dan Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva menyempatkan berkunjung ke museum di sela-sela kunjungannya ke Mataram dan Bima, Nusa Tenggara Barat, Jumat (26/2). (Humas MK/Kencana Suluh Hikmah)

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi telah mencantumkan tiga pasal tentang eksistensi masyarakat hukum adat di Indonesia. Ini menunjukkan bahwa negara wajib, secara konstitusional, mengakui dan melindungi masyarakat hukum adat, Namun, kenihilan Undang-Undang khusus yang mengatur tentang perlindungan masyarakat hukum adat telah menjadi masalah. Demikian disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh. Mahfud MD dalam seminar Hukum dan Hukum Adat di dalam Sistem Ketatanegaraan RI yang digelar, Jumat (26/2), di Aula Kantor DPRD Bima, Nusa Tenggara Barat.

"Banyak masyarakat adat berperkara ke MK, dan MK merasa harus memberi perlindungan itu. Akan tetapi, sekarang ini belum ada Undang-Undang Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Sehingga di tingkat negara, mencari ukuran tentang hukum adat dan masyarakat hukum adat itu susah. Terlebih, setiap daerah memiliki ukuran yang berbeda-beda," ujar Mahfud.

Menurutnya, MK pernah mencoba membuat rumusan tentang masyarakat hukum adat, yakni memiliki harta pusaka milik bersama, khalayak, pimpinan, dan ada organisasinya. "Namun ketika sampai kata pimpinan, rumusan ini menemui kesulitan karena di beberapa masyarakat adat terjadi peristiwa saling mengklaim tentang siapa yang menjadi pemimpin adat," kisah Mahfud.

Selain itu, dalam seminar ini, Mahfud juga menerangkan bahwa terlalu banyaknya hukum adat yang berlaku di Indonesia telah menjadi kendala unifikasi hukum adat menjadi hukum nasional, "karena terlalu banyak lingkungan hukum adat, maka untuk mengangkat hukum adat sebagai undang-undang tidaklah mudah. Oleh karena itu, hingga saat ini kita masih memakai hukum yang berasal dari hukum Belanda," papar Guru Besar Politik Hukum ini.

Senada dengan Mahfud, dalam kesempatan yang sama Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva menilai pluralisme hukum adat di Indonesia memang merupakan kendala untuk melakukan positivisasi hukum adat menjadi Kitab Undang-Undang Hukum nasional.

"Memang hukum yang baik adalah hukum yang berkembang dari hati nurani masyarakat. Namun terdapat banyak sekali aspek yang belum disepakati oleh masyarakat hukum adat yang sangat plural di negeri ini. Akan tetapi, para ahli hukum di negara kita telah mengupayakan terciptanya Kitab Undang-Undang Hukum Nasional. Karena itu, supaya hukum adat bisa menjadi hukum positif di Indonesia, harus kita perjuangkan supaya nilai-nilainya masuk menjadi sumber materiil hukum di Indonesia," terang Hamdan memberi solusi.

Selain seminar, kunjungan Mahfud MD dan Hamdan Zoelva ke Bima ini juga dilaksanakan dalam rangka memenuhi undangan pihak Kerajaan Bima untuk menghadiri upacara adat Dzikir Maulid dan upacara Hanta U’a Pua yang menjadi seremoni rutin masyarakat adat Bima dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dan momen awal mula diresmikannya hukum adat Bima. (Kencana Suluh Hikmah)http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.BeritaInternalLengkap&id=3764

Tidak ada komentar:

Posting Komentar