Kamis, 04 Maret 2010

TAFSIR FI ZHILALIL QURAN
(KARYA MONUMENTAL SAYYID QUTUB)

Sayyid Qutub (1906-1966) di kenal sebagai kritikus sastra, novelis, penyair, pemikir Isam, aktivis Muslim Mesir paling terkenal pada abad ke-20, dan tokoh pergerakan Ikhwanul Muslimin. Sebagai tokoh pemikir Muslim, ia dapat disejajarkan dengan pemikir Pakistan, Abu A’la Maududi (1903-1979); pemikir Iran, Ali Syari’ati (1933-1977).
Karya terpenting Sayid Qutub adalah Tafsir Fi Zhililil Quran dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, In the Shade of The Quran ini oleh beberapa ulama dikategorikan ke dalam tafsir yang berorientasi sastra, budaya dan kemasyarakatan. Ciri tafsir yang berorientasi sastra, budaya dan kemyarakatan – yakni satu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petumjuk ayat-ayat al Quran yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasayang mudah dimengerti tapi indah di dengar.

A. Riwayat Hidup Sayid Qutub
Nama lengkapnya adalah Sayyid Qutub Ibn Ibrahim Husain Syadzili. Lahir di Musha, Asyut, Mesir. Ia mula-mula di didik dalam lingkungan desanya dan sudah hafalAl Quran selagi kecil. Menyadari akan bakat anaknya, orang tuanyamemindahkan keluarganya ke Halwan, daerah pinggiran Kairo. Ia memperoleh kesempatan masuk ke Tajhiziyah Dar Al-Ulum, nama lama Universitas Kairo.
Pada tahin 1929, ia mendapatkan gelar Sarjana Muda Pendidikan. Kemudian bekerja sebagai pengawas sekolah pada Departemen Pendidikan. Ia mulai berminat pada sastra Inggris, dan dilahapnya sesuatuyang dapat diperolehnya dalam bentuk terjemahan.
Tahun 1949, ia mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat dalam pendidikan selama dua tahun, yakni di Wilson’s Teacher”s College di Washington, Greely College di Colorado dan Stanford University di California. Ia mulai mengalami kepahitan mengenai dukungan pemberitaan Pers Amerika untuk Israel yang dianggapnya tendensius. Dari Amerika ia mendapatkan pengalaman yang sangat luas mengenai problema sosial kemasyarakatan yang diakibatkan dari paham Materialisme yang gersang dari Roh ketuhanan. Ia yakin bahwa Islamlah yang mampu menyelamatkan manusia dari paham ini.
Sayyid Qutub kembali dari AS saat terjadi krisis politik di Mesir yang menyebabkan terjadi kudeta Militer pada Juli 1952. ia menjadi sangat anti AS dan barat. Dan ia menjadi salah seorang pendukung pemberontakan Nasser, tetapi berbalik menentangnya setelah Nasser mulai menyiksa kelompok Ikhwan.
Sayyid Qutub bergabung dengan gerakan Ikhwanul Muslimin pada tahun 1953, dan menjadi juru bicara utama Ikhwan setelah pembubaran jamaah mereka pada tahun 1954; sebagai pembawa oposisi keagamaan terhadap sosialisme. Ia mulai menulis topik-topik tentang Islam. Sayid Qutub banyak dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Muhammad Asad (Leopold Weiss), Abul Hasan Ali An-Nadawi dan Abul A’la Almaududi.

B. Pemikiran Dan Pengaruhnya
Sayyid Qutub mengusulkan Islam sebagai suatu alternatif terhadap ideologi-ideologi Komunisme, Kapitalisme, Liberalisme dan Sekulerisme.banyak tulisanya berisi tentang ideologiyang mendukung pembaruan Islam.
Menurut Hamid Enayat, pokok pemikiran Sayyid Qutub secara tersirat merupakan kritik terhadap sosialisme Mesir. Yakni:
1. Baik Islam maupum Sosialisme adalah sistem pemikiran dan kehidupan yang sama-sama komprehensif yang tidak bisa dipecah belah, namun keduanya terpisah satu dari yang lain. Karenanya, kedua sistem ini tidak bisa dirujukkan atau disintesiskan.
2. Sosialisme – seperti halnya komunisme dan kapitalisme – adalah pertumbuhan dari pemikiran Jahiliyyah dengan watak aslinya yang rusak. Sosialisme menekankan kesejahteraan sosial dan kemakmuran material dengan mengorbankan keselamatan moral. Islam tidak mengabaikan segi material tapi Islam beranggapan bahwa langkah awal untuk rancangan itu adalah penyucian dan pembebasan jiwa. Tanpa ini upaya untuk meningkatkan kehidupan manusia tidak akan berhasil.

Publikasi rutin Tafsir Fi Zhilalil Quran, baik di Mesir maupun Saudi Arabia melalui siaran radio mendapat tanggapan yang luar biasa dan mempengaruhi cara masyarakt dalam memahami Al Quran. Pada saat yang sama rezim Nasser sudah mendominasi dan menundukkan pendapat umum kepada pemerintah. Dari sinilah orang Mesir mulai tertarik untuk membaca pikiran yang tidak tunduk pada pemerintah.
Pengaruhnya terhadap kelompok tertentu ditandai dengan pengadilan yang bukunya sebagai bukti bahwa ia menganjurkan dan berencana menumbangkan pemerintahan Mesir dengan cara kekerasan dengan vonis hukuman mati. Kematiannya di tiang gantungan membuat pengaruh itu semakin kuat.
Hampir pada tiap pergerakan di Mesir bahkan sampai ke Iran menggunakan bahasa dan tulisan Sayyid Qutub untuk memperkuat aktivitas mereka.

C. Tafsir Fi Zhilalil Quran
Di tulis dalam rentang waktu antara 1952-1965. sayyid Qutub sempat merevisi ketiga belas juz pertama tafsirnya semasa penahanannyayang panjang.
Tafsir tersebut membawa Sayyid Qutub menjelajahi berbagai cara agar pesan orisinil Islam yang disampaikan Al Quran dapat menjadi fondasi suatu ideologi sempurna. Al Quran memberi umat manusia sarana untuk menemukan kembali dirinya dalam pola yang dikehendaki Allah melalui Nabi dan oleh Nabi. Tafsirnya banyak menekankan perlunya manusia mendekati iman secara intuitif, dengan cara yang tak perlu dirasionalkan atau dijelaskan dengan merujuk kriteria filsafat. Iman itu harus ditetapkan melalui tindakan langsung ke dalam kehidupan individu, sosial dan tatanan politik.
Mahdi Fahullah menilai bahwa tafsir Sayyyid Qutub yang tiga puluh juz ini merupakan usaha terobosan penafsiran yang sederhana dan jelas.

a. Latar Belakang Penulisannya
Pada kata pengantarnya, Sayyid Qutub mengemukakan kesan-kesanya hidup di bawah naungan al Quran. Hidup di bawah naungan al Quran adalah nikmat. Nikmat yang tidak diketahui kecuali oleh yang telah merasakanya. Ia merasa dekat dan mendengar serta berbicara dengan Allah melalui al Quran. Hidup di bawan naungan al Quran, Sayyid Qutub merasakan keselarasan yang indah antara gerak manusia sebagaimana kehendak Allah dengan gerak-gerik alam ciptaan-Nya. Ia melihat kebinasaan yang akan menimpa kemanusiaan akibat pemyimpangannya dari undang-undang alam ini. Ia menyaksikan benturan yang keras antara ajaran-ajaran rusak yang dididektekan padanya dengan fitrahnya, yang telah ditetapkan Allah. Sayyid Qutub bertanya setan durhaka macam apa yang telah menggiring langkah manusia ke dalam nestapa ini.
Di bawah naungan al Quran, Sayyid Qutub melihat wujud alam ini lebih besar dari pada bentuk yang tampak di depan mata. Ia adalah alam nyata dan alam gaib, alam dunia dan akhirat. Kehidupan manusia membentang dalam rentang masayang panjang itu dan kematian bukanlah akhir perjalanan hidup, melainkan satu fase setengah jalan. Perjalanan panjang fase itu adalah menuju pencipta Yang Esa. Kepada-Nya setiapjiwa mukmin menghadap dalam khusuk.
???? ???????? ??? ??? ????????????? ?????????? ??????? ????????? ???????????? ????????????? ??????????? ?
15. Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari.

Menurut Qutub, syariat Allah bagi manusia merupakan salah satu bagian dari undang-undang Nya yang menyeluruh di alam semesta. Maka, melaksanakan syariat pasti memiliki dampak yang positif di dalam menyerasikan perjalanan hidup manusia dengan perjalanan alam semesta.
Syariat ini tidak lain adalah buah Iman, ia tidak mungkin berjalan berjalan sendiri tanpa fondasinya yang besar. Syariat di buat untuk dilaksanakan pada masyarakat muslim dan ia juga di buat untuk memberi saham untuk membangun masyarakat muslim. Dalam akhir ‘pembukaanya’ beliau mengatakan bahwa inilah sebagian dari curahan dalam kehidupan di bawah naungan Al Quran.

b. Struktur Tafsir Dan Ciri-cirinya
Tafsir Sayyid Qutub di susun dengan Tahlili. Ia memulai penafsiran suatu surat dengan memberikan gambaran ringkas kandungan suratyang akan dikaji secara rinci. Dalam surat Al Fatihah misalnya, Sayyid Qutub mengemukakan bahwa dalam surat ini tersimpul prinsip-prinsip akidah Islam, konsep-konsepsi Islam dan pengarah-pengarahanyayang mengidentifikasi hikmah. Dipilihnya surat ini karena sebagai bacaan yang di ulang-ulang dalam setiap rakaat shalat serta tidak sahnya shalat tanpa membacanya. Setelah itu beliau memperinci penafsiran ayat demi ayat. Begitupula ketika beliau menafsirkan surat-surat berikutnya.
Dalam menafsirkan surat yang panjang, Sayyid Qutub mengelompokkan sejumlah ayat sebagai kesatuan, sesuai dengan pesan yang terkandung di dalam ayat-ayat tersebut. Dalam menafsirkan surat Al Baqarah misalnya, beliau menetapkan ayat pertama sampai ayat 29 sebagai bagian pertama pembahasan. Selanjutnya beliau menafsirkan ayat 30 - 39, ayat 40 – 74, ayat 75 – 103, dst. Dibandingkan dengan pengelompokan oleh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha dalam Tafsir Al Manar, pengelompokan Sayid Qutub relatif lebih besar.
Dalam menafsirkan ayat, ia menggunakan ayat-ayat al Quran sebagai penjelas. Ketika menafsirkan ayat “ ??? ?? ? ??? ?? “ misalnya, ia mengutip surat Luqman: 5 dan Qaf: 2-3:
??????? ??????????? ??•? ?????? ????????????? ?????????? ??????????? ???? ? ???? ?????????? ?? ? ???? ???????????? ?? ??????????? ????
25. Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" tentu mereka akan menjawab: "Allah". Katakanlah : "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui.
???? ????????? ??? ????????? ??????? ????????? ??????? ?????????????? ?????? ?????? ??????? ??? ??????? ??????? ?•????? ???????? ? ??????? ?????? ??????? ???
2. (mereka tidak menerimanya) bahkan mereka tercengang Karena Telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dari (kalangan) mereka sendiri, Maka berkatalah orang-orang kafir :"Ini adalah suatu yang amat ajaib".
3. Apakah kami setelah mati dan setelah menjadi tanah (Kami akan kembali lagi) ?, itu adalah suatu pengembalian yang tidak mungkin.

Sayyid Qutub menggunakan hadist-hadist Nabi SAW sebagai penjelas. Sebagian dengan menyebut perawi pertama dan terakhir, tanpa menyertakan rangkaian sanadnya secara lengkap. Terkadang hanya dengan menyebutkan rawi terakhirnya. Misalnya, hadist tentang keharusan membaca surat Al Fatihah yang di riwayatkan Bukhari dan Muslim.
Kemudian melengkapi Tafsirnya dengan perkataan sahabat, misalnya perkataan Umar tentang permohonan suaka pendudul Iraq, terkait surat Al Baqarah:100 tentang menepati janji.
Juga mengutip pendapat-pendapat ulama terdahulu. Seperti mengutip Tafsir Ibn Katsir mengenai peristiwa Bai’ah Aqabah. Kemudian dari Al Bidayah Wan Nihayah tentang lamanya Nabi tinggal di Makkah selama 10 tahun.
Sayyid Qutub menekankan analisis munasabah, keseimbangan, dan keserasian dalam surat. Misalnya, uraian tentang Nabi Musa diikuti dengan uraian tentang bani Israil, persesuaian antar pembukaan surat dengan penutupnya sseperti tampak dalam surat Al Baqarah, yang mengutarakan sifat-sifat orang beriman dan karakteristik orang beriman. Yang tak kalah penting, ia menekankan analisis rasional. Misalnya tentang sihir dalam Al Baqarah 102 -103. sayyid Qutub menulis bahwa sihir yang mempunyai kekuatan dapat memisahkan suami dengan istrinya adalah dengan izin Allah. Sihir itu masih terjadi di setiap waktu di mana sebagian manusia memiliki keahlian dalam bidang itu yang tidak bisa di jelaskan dengan logika ilmiah. Ini menyeripai hipnotis dan telepati. Sungguh berlawanan dengan realitas apabila seseorang bersikap apriori, tidak percaya dengan kekuatan gaib semata-mata karena tidak ada referensi praktis dari ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menyetujui bentuk khurafat, takhayul.
Dalam menafsirkan ayat:
????? ???????? ????? ??????????? ???? ???????•???? ?????? ???????? ?????????? ? ???? ???? ????? ???? ???? ?????????? ? ???????? ??????•??? ????????????? ?????? ??????? ???????? ???? ?????????? ? ??? ???? ???? ???? ??? ??????? ???? ??????? ?????
120. Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.

Sayyid Qutub menafsiri, orang-orang Yahudi dan Nasrani senantiasa akan memerangi kaum Muslimin. Mereka tidak akan berdamai dengan kaum Muslimin, kecuali jika kaum Muslimin menyimpang dari perkara ini, meninggalkan kebenaran ini, dan melepaskan keyakinan mereka lalu mengikuti kesesatan, syirik dan pemikiran jahat orang-orang Yahudi dan Nasrani tersebut. Itulah ideologi mereka. Inilah hakikat peperangan yang mereka lancarkan terhadap umat Islam kapanpun dan dimanapun. Perang akidah yang selalu berkobar – walau tidak jarang umat Islam sendiri lah yang saling menyerang dan menjatuhkan saudaranya sendiri.

D. Contoh Dalam Menafsirkan al Quran
Dalam surat Al Fatihah, di awali dengan memberikan gambaran tentang pentingnya surat ini dalam setiap ibadah kepada Allah, yakni Shalat. Kemudian beliau mengambil Hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, “tidak ada shalat bagi orang tidak membaca Fatihul kitab.”
?????? ??? ?? ??? ?? ??? ??? ????? ?
Mulai dari ayat 1-5, masing-masing satu surat. Kemudian ayat 6-7 menjadi 1 kelompok.
Kemudian dalam surat al Baqarah, mulai dari ayat 1 – 29 menjadi 1 kelompok dengan di beri pengantar terlebih dahulu dengan tema: membangun Jamaah Islamiyah dan mempersiapkanya untuk mengemban Amanat Akidah. Kemudian diberi keterangan (tafsiran) pada tiap ayat. Pada ayat 30 – 39 menjadi 1 kelompok dengan tema: Metode Penceritaan dalam Al Quran dan Urgensinya. Pada ayat 40 – 74 menjadi 1 kelompok dengan tema: Kisah Petualangan Bani Israil. Dst.

RFERENSI:
• Al Quran dan Terjemahnya, DEPAG RI.
• Tafsir Fi Zhilalil Quran, Darusy-Syuruq, Beirut. 1992.
• Muhammad Chirzin, Jihad Menurut Sayyid Qutub Dalam Tafir Zhilal, Intermedia, Solo, 2001.
• Al Khalidi, Salah Abdul Fatah, Pengantar memahami Tafsir Fi Zhilalil Quran Sayyid Qutub, Intermedia, Solo, 2001.
• Abu Bakar, Bahrun, Keindahan Al Quran yang Menakjubkan, Buku Bantu memahami Tafsir Fi Zhilalil Quran. Jakarta: Robbani Press, 2004.
• As’ad Yasin Mukhottob Hamzah, Tafsir Fi Zilalil Quran Di Bawah Naungan Al Quran Sayyid Qutub, Jakarta: Gema Insani Prees, 2000.
• Harun Nasution, Pembaharuan Islam, Jakarta: UI Prees, 1986.
• M. Quraisy Shihab, Membumikan Al Quran, Bandung: Mizan, 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar